MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Akademisi Universitas Hasanuddin, Ivan Parawansa, menilai dugaan kasus korupsi terkait pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Katingan, Kalimantan Tengah perlu diselidiki lebih lanjut.
Pasalnya, terdapat kejanggalan dalam penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah.
HAT yang sebelumnya menjadi korban wanprestasi (gagal bayar) oleh 9 Kepala Desa, setelah melapor ke Kejati, malah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
“Atas dasar apa dia dijadikan tersangka? toh jelas jelas dia ini korban Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajibannya, yaitu menyelesaikan pembayaran. HAT ini hanya menuntut hak dari kewajiban yang telah dijalankan,” ujarnya saat dihubungi wartawan edunews.id, Ahad (20/3/2022).
Dia menegaskan bahwa penetapan tersangka harus sesuai mekanisme hukum acara. Apalagi HAT yang sebelumnya sebagai pelapor malah dijadikan tersangka.
Ivan menerangkan berdasarkan Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Perkap 12/2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka.
“Jangan sampai dengan adanya kasus seperti ini masyarakat jadi takut melaporkan, khususnya kasus korupsi,” lanjut Pakar Hukum Pidana ini.
Lebih lanjut, dia meminta Kejati menelusuri kasus ini berdasarkan laporan masyarakat (termasuk putusan Pengadilan Negeri Kasongan dan temuan Inspektorat Katingan yang sebelumnya telah mengusut masalah ini).
Awal Mula Kejadian
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang pekerja jalan bernama H. Asang Triasha (HAT) tidak diberi bayaran oleh 9 Kepala Desa yang memberinya Surat Perintah Kerja (SPK), usai membangun jalan dan jembatan di wilayah Katingan.
Pekerjaan yang dimaksud berupa pembuatan jalan tembus antar desa (Dari Kelurahan Tumbang Sanamang ke Desa Kiham Batang) sepanjang ± 43 Km dan pembuatan 74 jembatan kayu yang menghubunkan jalan tembus antar desa pada masing masing Desa (Dari Kelurahan Tumbang Sanamang ke Desa Kiham Batang).
Berdasarkan rilis kuasa hukumnya tertanggal 11 Maret 2022, HAT lantas melaporkan 9 Kepala Desa tersebut dengan dugaan korupsi kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Nahasnya, pada Februari 2022 lalu, dirinya malah ditetapkan sebagai tersangka korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebanyak 2 milyar lebih (Surat Penetapan Tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Nomor : B-499/Q.2/Fd.1/02/2022).
Padahal di sisi lain, Pengadilan Negeri Kasongan telah mengeluarkan putusan yang menyebut 9 Kepala Desa itu terbukti wanprestasi (gagal bayar) dan dihukum untuk membayar sisa upah HAT.
Para Kepala Desa juga disebut telah melakukan kesalahan administrasi berdasarkan laporan Inspektorat Katingan.
