* Oleh Maryani
OPINI, EDUNEWS.ID – Keluarga mempunyai peran yang fundamental dalam mendidik putra putrinya. Keluarga merupakan suatu komponen kehidupan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Karena itu, orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga, artinya disinilah dimulai proses interaksi pendidikan, di mana orang tua berperan aktif sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
Dalam hal ini, Dewantara mengemukakan, bahwa sesungguhnya pendidikan harus terletak di dalam pengakuan ibu bapa, hanyalah dua orang ini yang dapat “berhamba pada sang anak” dengan semurni-murninya dan seikhlasikhklasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya dapat dikategorikan sebagai cinta kasih yang tak terbatas.
Mengingat perkembangan zaman semakin maju, dan teknologi pun semakin canggih, pendidik seringkali berharap adanya perubahan sistem pendidikan(Serdyukov, 2017). Pendidikan yang hanya berfokus kepada lembaga sekolah yang dikelola pemerintah, tidak dapat menjalankan fungsi pendidikan secara maksimal.
Untuk itu, perlu ditingkatkan peran pendidikan di tiga lingkungan pendidikan, seperti sekolah, keluarga, dan masyarakat. Perubahan sistem pendidikan bukan hanya pada persoalan kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi, namun juga pada inovasi pendidikan.
Dr. Decroly seorang ahli pendidikan dalam Dewantara, menyatakan bahwa 70 % dari anak-anak yang jatuh ke dalam jurang kejahatan itu berasal dari keluarga-keluarga yang rusak kehidupannya. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fachrudin, mejelaskan bahwa: kebiasaan /perilaku anak dipengaruhi oleh kesibukan orang tua sehari-hari.
Dari 100 responden diperoleh kedua orang tua yang bekerja 60 % anak cenderung memiliki moral dan kepribadian sedang, 30 % memiliki kepribadian buruk dan hanya 10% yang memiliki kepribadian baik. bagi otang tua santri, yang ibunya tidak bekerja cenderung memiliki moral kepribadian baik dan mendekati sangat baik. (Munawiroh, 2016)
Perlu adanya Tanggung jawab dalam pendidikan menurut Islam dengan cara melaksanakan kewajiban mendidik, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan potensi jasmani dan rohani anak atau seseorang guna mendapatkan nilai serta norma tertentu. Kegiatan pendidikan dapat dibiasakan dan berlangsung dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Ketiganya tersebut ikut bertanggung jawab memberi pertolongan kepada seorang dalam perkembangannya supaya dapat meraih tingkat kedewasaan dan dapat berdiri sendiri memenuhi tugas selaku makhluk Allah, makhluk sosial dan secara pribadi.(Mahmudi, 2019)
Dengan demikian Pendidikan keluarga memiliki peran penting dalam membentuk individu dan masyarakat. Dalam konteks pendidikan Islam, pendidikan keluarga memiliki paradigma yang khas, yang mengakar dalam ajaran-ajaran agama Islam.
Paradigma ini tidak hanya memandang pendidikan sebagai transfer pengetahuan semata, tetapi juga sebagai proses pembentukan karakter dan akhlak yang sejalan dengan ajaran Islam. Tulisan ini akan menjelaskan paradigma pendidikan Islam dalam membina pendidikan keluarga.
Pendidikan keluarga dalam Islam tidak hanya terbatas pada aspek formal seperti mengajarkan anak-anak tentang ajaran Islam, tetapi juga mencakup pengembangan karakter, moral, dan spiritual. Al-Qur’an dan Hadis memberikan pedoman yang jelas tentang peran orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.
Salah satu ayat yang terkenal adalah dalam Surat At-Tahrim (66:6), yang menyatakan: “Wahai orang-orang yang beriman, pelindungmu adalah dirimu sendiri, dan keluargamu adalah anak-anakmu.” Ayat ini menegaskan tanggung jawab orang tua untuk membimbing anak-anak mereka secara islami.
Paradigma Pendidikan Islam dalam Keluarga yang akan di tawarkan penulis dari analisi opini Dr. Dede Rubai Misbahul Alam, M.Pd dalam sebuah tulisannya yang berjudul Pendidikan Nasional; Pendidikan Menguatkan Ketahanan Keluarga Nasional ada beberapa point yang bisa penulis jabarkan di anataranya:
1. Pendidikan Integral : Paradigma pendidikan Islam dalam keluarga menekankan pendidikan yang menyeluruh, yang mencakup aspek spiritual, intelektual, emosional, dan sosial. Ini berarti bahwa tidak hanya pengetahuan agama yang diajarkan, tetapi juga nilai-nilai seperti kasih sayang, toleransi, dan keadilan.
Hal ini sesuai pendapat integral Mohammad Natsir bahwa Implementasi pendidikan itu adalah kurikulum yang dipakai adalah kurikulum nasional dan kurikulum agama. Serta menyeimbangkan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, keseimbangan antara jasmani dan ruhani.
Pada sekolah umum, Pendidikan Agama Islam harus dimasukkan secara seimbang. Begitu pula dengan pesantren juga harus memasukkan pendidikan umum secara seimbang pula. (Endang, 2022)
2. Pendidikan Berbasis Nilai: Islam mengajarkan nilai-nilai universal yang menjadi dasar pendidikan keluarga, seperti kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan penghargaan terhadap sesama. Orang tua diajak untuk menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Hal ini juga yang di jelaskan dalam sebuah riset bahwa Pendidikan berbasis nilai merupakan instrumen untuk mencapai cita-cita kehidupan. Pendidikan yang tidak membantu mengungkapkan kebajikan manusia tidak akan melakukan apapun yang baik untuk masyarakat, melainkan akan menyesatkan keseluruhan kemanusiaan.
Pendidikan sebagai instrumen harus dirumuskan atas nilai-nilai. Pembelajaran nilai, norma, dan etika, diharapkan dapat mengembalikan karakter bangsa kepada esensinya.(Nida Nurjunaedah, 2014)
3. Pendidikan Karakter: Pendidikan keluarga dalam paradigma Islam berfokus pada pembentukan karakter yang baik dan akhlak yang mulia. Ini mencakup pembiasaan pada perilaku yang baik, seperti berbakti kepada orang tua, berbagi dengan sesama, dan menjaga amanah. (Liska et al., 2021) Mengingat Karakter pendidikan, itu benar-benar diperlukan tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah, di lingkungan sosial.
Sekolah sekarang ini tidak lagi karakter peserta pendidikan anak usia dini hingga remaja tetapi juga orang dewasa menjadi hal yang utama.
4. Pendidikan Spiritual: Aspek spiritual dalam pendidikan keluarga Islam mencakup pengenalan terhadap ajaran-ajaran agama, praktik ibadah, dan pengembangan hubungan pribadi dengan Allah SWT. Ini membantu anak-anak memahami tujuan hidup mereka dan menemukan kedamaian dalam menjalani kehidupan sehari-hari.(Suraji & Sastrodiharjo, 2021)
Dalam rangka pendidikan karakter, pendidikan spiritual mempunyai peranan penting agar manusia dapat mengetahui hakikat penciptaannya, merumuskan tujuan dan maksud hidupnya. Pendidikan spiritual menyadarkan manusia bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya diukur dari kemampuannya berpikir dan bernalar, atau mengendalikan emosi.
Manusia juga harus mempunyai kemampuan untuk menyadari makna eksistensi dirinya dalam hubungannya dengan Allah (Hablum minallah), dengan orang lain (Hablum minannas), maupun dengan lingkungan alam sekitar.
Dengan demikian dapat di simpulkan Untuk mewujudkan hal tersebut penulis berpendapat bahwa Penerapan Paradigma dalam Pendidikan Keluarga.
Pertama, Teladan Orang Tua dimana Orang tua harus menjadi teladan yang baik dalam menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tindakan yang konsisten dengan nilai-nilai Islam akan memberikan contoh yang kuat bagi anak-anak.
Kedua, Pembiasaan Positif Pendidikan keluarga dalam Islam mencakup pembiasaan positif terhadap perilaku yang diinginkan, seperti berbuat baik kepada sesama, beribadah secara teratur, dan memperlakukan orang lain dengan hormat.
Ketiga, Pembelajaran Aktif disini Anak-anak diajak untuk aktif dalam proses pembelajaran agama. Ini bisa melalui cerita-cerita islami, permainan edukatif, atau diskusi keluarga tentang ajaran-ajaran agama.
Keempat, Konsistensi dan Kesabaran hal yang ini yang harus di istiqomahkan dalam membangun paradigma tersebut karena Proses pendidikan keluarga memerlukan konsistensi dan kesabaran. Orang tua perlu bersabar dalam mendidik anak-anak mereka dan memberikan pengertian yang terus menerus.
Penulis merupakan Guru sekaligus Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam 45 Bekasi
Daftar pustaka
Endang, E. (2022). Konsep Pendidikan Islam Integral Menurut Mohammad Natsir. Kuttab: Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 2(2), 141. https://doi.org/10.33477/kjim.v2i2.2568
Liska, L., Ruhyanto, A., & Yanti, R. A. E. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. J-KIP (Jurnal Keguruan Dan Ilmu Pendidikan), 2(3), 161. https://doi.org/10.25157/j-kip.v2i3.6156
Mahmudi, M. (2019). Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam Tinjauan Epistemologi, Isi, Dan Materi. TA’DIBUNA: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1), 89. https://doi.org/10.30659/jpai.2.1.89-105
Munawiroh. (2016). Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga. EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan, 14(3), 345–366. http://repository.uinbanten.ac.id/id/eprint/4379
Nida Nurjunaedah. (2014). Pendidikan Berbasis Nilai (Analisis Teori Dan Implementasi). Jurnal Tarbiyah, 21(2), 243–260.
Serdyukov, P. (2017). Innovation in education: what works, what doesn’t, and what to do about it? Journal of Research in Innovative Teaching & Learning, 10(1), 4–33. https://doi.org/10.1108/jrit-10-2016-0007
Suraji, R., & Sastrodiharjo, I. (2021). Peran spiritualitas dalam pendidikan karakter peserta didik. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 7(4), 570. https://doi.org/10.29210/020211246
