PALANGKA RAYA, EDUNEWS.ID – Dugaan kriminalisasi terhadap pekerja jalan di Kecamatan Katingan Hulu, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah semakin mencuat.
Pasalnya, seorang pekerja bernama H. Asang Triasha (HAT) tidak diberi bayaran oleh 9 Kepala Desa yang memberinya Surat Perintah Kerja (SPK), usai membangun jalan dan jembatan di wilayah Katingan.
HAT lantas melaporkan 9 Kepala Desa tersebut dengan dugaan korupsi kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Nahasnya, pada Februari 2022 lalu, dirinya malah ditetapkan sebagai tersangka korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebanyak 2 milyar lebih (Surat Penetapan Tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Nomor : B-499/Q.2/Fd.1/02/2022).
Padahal di sisi lain, Pengadilan Negeri Kasongan telah mengeluarkan putusan yang menyebut 9 Kepala Desa itu terbukti wanprestasi (gagal bayar) dan dihukum untuk membayar sisa upah HAT.
Para Kepala Desa juga disebut telah melakukan kesalahan administrasi berdasarkan laporan Inspektorat Katingan.
Oleh karenanya, Kuasa Hukum HAT, Rahmadi menyebut tindakan Penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah melukai rasa keadilan dan dilakukan tanpa dasar hukum.
“Ditetapkannya pelapor sebagai tersangka adalah tindakan yang sewenang wenang dan sama sekali tidak prosedural, dan terindikasi kuat hanya untuk melindungi 9 Kepala Desa yang tidak membayar upah pelapor,” tegasnya dalam press release, Jumat (11/3/2022).
Rahmadi menambahkan bahwa penetapan HAT sebagai tersangka korupsi sangat tidak masuk akal, sebab HAT sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk mencampuri urusan prosedural yang menjadi kewenangan Kepala Desa.
“Para Kepala Desa adalah pemberi kerja dan Pelapor (HAT) adalah penerima kerja. Pengelolaan keuangan desa, apa yang dikerjakan, bagaimana pekerjaan harus dilaksanakan, bagaimana pengawasannya, itu menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Kepala Desa,” jelasnya.
