DAERAH

Pertamina TBBM Makassar Dituding Rampas Tanah Adat Warga, Ancaman ‘Kepastian Hidup’ Mencuat, Warga Gelar Aksi Demonstrasi!

MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina di Makassar kembali menjadi pusat perhatian, kali ini bukan hanya karena isu keamanan, tetapi juga tudingan serius terkait perampasan tanah adat warga.  Masyarakat di sekitar depo menyuarakan kegelisahan mendalam karena merasa hak-hak mereka atas tanah terancam oleh dugaan perluasan wilayah operasional Pertamina.

Warga secara gamblang menuding Pertamina TBBM telah merampas tanah adat yang telah mereka diami dan kelola jauh sebelum keberadaan fasilitas Pertamina. Mereka mengklaim, tembok pembatas Pertamina terus dimajukan, mendekat ke permukiman, yang menimbulkan kekhawatiran akan upaya perluasan zona tanpa persetujuan atau kompensasi yang layak.

Aksi demonstrasi warga telah terlihat pada Rabu, 2 Juli 2025 lalu sebagai bentuk protes atas dugaan perampasan tanah ini. Dalam aksi tersebut, warga menyuarakan tuntutan mereka agar Pertamina menghormati hak-hak adat dan tidak melakukan penggusuran. “Kami butuh kepastian hidup. Tanah ini sudah kami tempati turun-temurun, tiba-tiba ada klaim dan upaya perluasan. Ini ancaman nyata bagi keberadaan kami di sini,” ungkap salah seorang warga yang ikut dalam demonstrasi tersebut.

Isu ini menambah daftar panjang persoalan yang melingkupi Depo Pertamina Makassar. Sebelumnya, berbagai pihak, termasuk lembaga pengkaji kebijakan dan organisasi mahasiswa, telah berulang kali menyoroti risiko keselamatan operasional depo akibat jarak yang terlalu dekat dengan permukiman padat penduduk, kondisi tangki penyimpanan yang sudah tua, dan sistem keamanan yang dinilai usang.

Sebelumnya, Polinet juga telah gencar menyuarakan bahaya dari keberadaan Depo Pertamina Makassar seperti Jarak Depo yang terlalu dekat, hanya sekitar 19 meter dari permukiman padat penduduk, jauh di bawah standar keamanan internasional maupun nasional. Disampin itu menurut temuan Polinet, usia tangki yang melampaui batas, tangki berusia 47 tahun (sejak 1975) yang dinilai tidak layak dan berpotensi bahaya serta ketiadaan sistem otomatis yang modern meningkatkan risiko insiden besar.

Meski demikian, pihak Pertamina dalam beberapa kesempatan menjamin bahwa persoalan sengketa tanah ini tidak memengaruhi operasional pendistribusian BBM dan LPG ke masyarakat. Namun, bagi warga, jaminan operasional tidak sebanding dengan ancaman kehilangan tempat tinggal dan hak atas tanah adat.

Sikap warga yang merasa terancam ini diyakini akan memicu eskalasi konflik sosial jika tidak segera ditangani dengan bijak oleh Pertamina dan pemerintah daerah. Persoalan ini menuntut penyelesaian yang komprehensif, tidak hanya berfokus pada kelancaran bisnis, tetapi juga pada keadilan agraria dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat setempat. (**)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top