MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sulsel di Hotel Al Madeera Makassar menuai polemik.
Musdalub yang terselenggara Selasa lalu (28/6/2022) menetapkan Jufri Lau sebagai Ketua DPD Apdesi Sulsel dan Arfan Basmin sebagai Ketua MPO Apdesi Sulsel.
Berdasarkan pemberitaan salah satu media, Mustalub tersebut merupakan wujud penolakan hasil Musyawarah Daerah (Musda) yang menetapkan Sri Rahayu Usmi sebagai ketua terpilih DPD Apdesi Sulsel.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Steering Committee Musdalub, Basir Suaming, Rabu (29/6/2022).
Basir menyebut bahwa berdasarkan AD/ART, yang berhak menjadi unsur pimpinan atau ketua adalah yang masih menjabat sebagai kepala desa, bukan yang non aktif atau sudah pensiun (Purnabakti).
Dirinya menyayangkan pihak DPP mengakomodir hasil Musda yang dianggapnya melanggar.
Basir yang merupakan Kepala Desa Jenetallasa Kecamatan Rumbia Jeneponto, bahkan mengatakan Apdesi Sulsel akan keluar dari barisan DPP dan meminta pengakuan Gubernur.
Di lain sisi, Perwakilan Ketua DPP Apdesi, Ukkas, menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran AD/ART yang terjadi.
“Ini sudah sesuai pasal 11, bahwa setiap anggota biasa dan anggota istimewa (termasuk Purnama Bhakti) memiliki hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi. Adapun untuk ketua bahwa harus Kades aktif itu tidak ada aturannya,” ujarnya, saat dikonfirmasi edunews.id, Kamis (30/6/2022).
Ukkas menerangkan bahwa saat Musda berlangsung, pimpinan rapat memberikan 3 opsi kriteria Ketua DPD Sulsel secara terbuka.
“Ada 3 opsi. Pertama kepala desa aktif, kedua kepala desa aktif dan purna, ketiga kepala desa saja. 21 DPC yang hadir memilih opsi kedua. Itupun pada saat dibuka bagi kepala desa, tidak ada yang mendaftar. Hanya ada yang purna. Irfan kan juga purna,” terangnya.
Dirinya pun menganggap bahwa Musdalub tersebut ilegal dan hanya dibuat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Kami tidak pernah gubris itu. Karena justru Mustalub itu yang melanggar. Tidak ada DPP di situ. Dan seharusnya yang digunakan adalah suara DPC, bukannya suara person masing masing kepala desa,” pungkasnya.
