MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Kota Makassar mengkritisi penghargaan Kota Layak Anak yang diterima Pemkot.
Penghargaan tersebut diterima Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar di Bogor pada 22 Juli kemarin.
Imran selaku Ketua KAMMI mempertanyakan kelayakan Kota Makassar memperoleh penghargaan lantaran masih maraknya peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Data yang dirilis oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulawesi Selatan menyebut Kota Makassar menjadi penyumbang kekerasan tertinggi dari 24 kabupaten/kota di Sulsel.
Sejak Januari-Juli 2023, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Makassar berjumlah 186 kasus.
Bahkan angka lebih tinggi disampaikan oleh Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan, Perempuan dan Anak (PPA) Kota Makassar, yang mencatat 315 kasus kekerasan.
“Perlu kita mempertanyakan kelayakan seperti apa yang dimaksud,” kata Imran kepada edunews.id, Senin (14/8/2023).
“Sementara Makassar menempati urutan pertama angka tertinggi kasus kekerasan perempuan dan anak,” sambungnya.
Dia juga menyinggung banyaknya pengemis yang berkeliaran di Kota Anging Mammiri.
“Saya sering mendapatkan anak-anak jadi badut untuk mencari uang (mengemis),” ujarnya.
“Itu bagi saya merupakan jawaban bahwa masih banyak hak anak di Kota Makassar belum terpenuhi,” tutup Imran.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Walikota Makassar Fatmawati Rusdi didampingi Kepala Dinas DP3A Achi Soleman menghadiri acara Penghargaan Kota Layak Anak (KLA) Tahun 2022 di Hotel Novotel Bogor Golf Resort dan Convention Center, Juli kemarin.
