MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Pengembangan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Perlindungan Khusus Anak digelar di Hotel Royal Bay Makassar, Senin (10/6/2024).
Kegiatan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar ini menghadirkan Dharma Wanita Persatuan (DWP) se-Makassar juga kelompok masyarakat lainnya.
Perlindungan Khusus Anak (PKA), diketahui sebagai upaya yang kepada anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk menjamin rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
Hal ini disebutkan Sekretaris DPPPA Makassar, Yusri Jabir, saat membuka kegiatan.
PKA ini, katanya, harus dilakukan cepat, komprehensif dan terintegrasi karena anak adalah investasi masa depan.
Pemerintah Kota Makassar sendiri berkomitmen mewujudkan lingkungan ramah anak untuk tumbuh kembang yang berkualitas.
Yusri pun berharap agar seluruh pihak berkoordinasi dan bersinergi untuk mendorong terwujudnya perlindungan anak yang berkualitas.
“Program Jagai Anakta‘ patut kita support, melakukan kolaborasi menangani dan mencegah kekerasan pada anak,” tuturnya.
Lebih lanjut, kegiatan diisi oleh narasumber yang mengulik berbagai fenomena sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK).
Salah satu narasumber, Sunarti Sain (Pendiri Komunitas Jurnalis Ramah Anak) banyak mengulas terkait kekerasan dan eksploitasi anak di ranah daring.
Meski tak selalu negatif, Ia menyebut bahwa disrupsi teknologi membawa banyak ancaman besar.
Selain karena kurangnya kontrol orang dewasa, hal ini terjadi karena teknologi memungkinkan akses konten di luar apa yang dibutuhkan oleh anak (untuk tugas sekolah, komunikasi, hiburan, dsb.).
“Kita tidak bisa menganggap internet itu cuma main. Ada akun, dibalik akun akun itu ada manusianya yang mengendalikan,” ujarnya.
Sunarti lalu membagikan beberapa contoh kasus kekerasan pada anak yang berawal dari interaksi di sosial media, termasuk kekerasan seksual.
Salah satu langkah pencegahan, sambungnya, dengan meningkatkan keamanan data pribadi masyarakat, khususnya perempuan dan anak di internet.
“Pisahkan akun pribadi dan akun publik, cek dan atur ulang pengaturan privasi, ciptakan password yang kuat dan nyalakan verifikasi login, jangan sembarang percaya aplikasi pihak ketiga, hati hati dengan URL yang dipendekkan, hindari berbagi lokasi pada waktu nyata, lakukan data detox dengan kurangi jejak digital, jaga kerahasiaan pin atau password pada ponsel atau laptop pribadi,” urainya.
Narasumber lainnya, Alita Karen (YPMW Sulsel) turut membahas rentetan fenomena AMPK.
Salah satu yang banyak diingatkan Alita adalah anak yang dieksploitasi secara ekonomi oleh orang dewasa.
Fenomena tersebut nampak pada banyaknya anak jalanan dan pengemis di Kota Makassar. Saking mengakarnya, imbuh Alita, kegiatan tersebut sudah dijadikan ‘profesi warisan’ yang diturunkan.
“Karena dianggap gampang mendapat uang melalui itu. Bahkan pendapatannya itu na kalah kalah penjual sari laut, na kalah kalahki semua di sini. Bisami beli emas lagi. Tidak maumi sekolah karena banyak dia dapat,” ungkapnya.
Masyarakat juga dianggapnya kerap melakukan pembiasaan dan pewajaran terhadap keberadaan pengemis.
Tak jarang orang masih memberikan uang kepada peminta minta atau pengemis di jalanan.
“Janganmi dikasih. Saya tidak mengajarkan ibu ibu untuk sekke‘. Tapi ibu ibu juga punya tanggung jawab yang besar, jadi penentu ini anak jadi baik ke depannya atau tidak,” tukas Alita.
Terakhir, ia mengajak para peserta untuk turut merekomendasikan kegiatan yang dibutuhkan untuk mengatasi persoalan AMPK di Makassar.
Diskusi berlangsung diiringi dengan tanggapan para peserta mengenai berbagai persoalan AMPK lainnya seperti bullying dan stunting.

Diskusi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Perlindungan Khusus Anak digelar di Hotel Royal Bay Makassar, Senin (10/6/2024).
Anak Memerlukan Perlindungan Khusus
Diketahui terdapat 15 kategori Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) sebagai berikut:
1. anak dalam situasi darurat
2. anak yang berhadapan dengan hukum
3. anak dari kelompok minoritas dan terisolasi
4. anak yang dieksploitasi secara ekonomi/sosial
5. anak yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA
6. anak yang menjadi korban pornografi
7. anak dengan HIV dan AIDS
8. anak korban penculikan/penjualan/perdagangan
9. anak korban kekerasan fisik/psikis
10. anak korban kejahatan seksual
11. anak korban jaringan terorisme
12. anak penyandang disabilitas
13. anak korban perlakuan salah/anak korban penelantaran
14. anak dengan perilaku sosial menyimpang
15. anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.
