MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Menurut rilis resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentang penangkapan ikan terukur, kebijakan tersebut dimaksudkan mengatur zonasi daerah penangkapan ikan.
Ini diperuntukkan bagi industri perikanan, nelayan lokal, dan zona pemijahan. Begitu pula dengan kuota penangkapan yang diizinkan pada masing masing zona.
Untuk zona skala industri akan diberikan persentase alokasi penangkapan yang lebih besar dengan metode lelang terbuka kepada 4-5 investor, dengan masa kontrak 20 tahun antara KKP dan investor (baik lokal maupun asing).
Dewan pakar IKA Perikanan Unhas menilai kebijakan kontrak jangka panjang ini berpotensi menempatkan pemerintah dalam jebakan eksploitasi tak berujung. Mirip dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kontrak karya perusahaan sawit.
Padahal perencanaan pemerintah, baik terkait zonasi ruang laut maupun pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan belum antisipatif dan preventif untuk jangka panjang.
“Ini sangat tidak berpihak bagi kelangsungan penghidupan 2,5 juta nelayan, terutama nelayan kecil dan tradisional,” sebut anggota Dewan Pakar IKA Perikanan Unhas, Taswin Munier. Senin (21/2/2022).
Dia menyebut Rapermen perikanan terukur perlu dikonsultasikan lebih luas dengan masyarakat. Tidak hanya soal kelautan dan perikanan, juga menyangkut pembangunan berkelanjutan.
“Semua itu untuk memastikan bahwa kebijakan perikanan terukur ini berpihak pada keberlangsungan tersedianya sumberdaya perikanan bagi anak-cucu kita kelak,” pungkasnya.
