Opini

Pancasila Tak lagi Ber-Sila

Taufik Hidayat

Oleh: Taufik Hidayat*

OPINI, EDUNEWS.ID – Pancasila dianggap menjadi kompas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila diyakini lahir dan dekat dengan nadir ke-Indonesiaan. Pancasila menjadi pengejewantahan manusia Indonesia yang nilai-nilainya lahir dan tumbuh dari jati diri bangsa Indonesia, bertahan merekatkan dan menjaga keutuhan bangsa dalam berbagai perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan.

Pembahasan kita saat ini untuk melihat Indonesia, pada hakikatnya tak lagi pada tataran suku, agama, ras dan golongan, namun perbedaan itu seharusnya sudah berada pada dialektika gagasan dan pemikiran tentang ke arah mana kapal besar indonesia akan berlabuh.

Maka mencoba menjelaskan Pancasila, berarti berusaha menjelaskan tentang nilai kehidupan manusia Indonesia, karena pancasila yang abstrak, namun konkret dalam realitas kehidupan. Maka Pancasila pada hakikatnya hidup dalam setiap jiwa anak ibu pertiwi.

Pancasila jika ditelisik berasal dari bahasa sansekerta. Secara etimologi terdiri dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti prinsip atau asas, ketika kehilangan prinsip atau asas maka Pancasila tak bernilai lagi. Lima dasar Pancasila yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam kerangka hukum tertinggi di Indonesia. Kedudukan Pancasila menjadi sumber hukum yang secara ideal, roh Pancasila mengalir pada setiap peraturan perundang-undangan yang lahir sebagai produk DPR dan Presiden pada setiap untaian pasalnya, bukan produk  pemilik modal atau ketum parpol yang menjadi oligarki kekuasaan.

Relevanlah istilah yang digunakan Bung Karno saat merumuskan pancasila yaitu “menggali” kembali pancasila di tengah realitas bangsa yang mulai amnesia dengan falsafah hidup bangsa Indonesia.

Filosofi “menggali” melibatkan bumi dan tubuh, seperti hasil bumi harus diolah lebih agar semakin bernilai. Menggali kembali setiap sila Pancasila yang menjadi tumpuan harapan tentang hidup berbangsa dan bernegara yang diidealkan bersama, Pancasila yang mampu menjadi lentera untuk memandu bangsa ini keluar dari kegelapan dan keterpurukan, bukan menjadi bahan rebutan tentang siapa yang paling Pancasilais dan siapa yang tidak Pancasilais, karena pada hakikatnya hal tersebut akan mengkotak-kotakkan warga negara dan malah menjauh dari nilai pancasila.

Jangan sampai negara yang tidak memiliki Pancasila lebih Pancasilais, karena Pancasila tentang nilai dan aktualisasi tindakan. Maka menggali dan menginterpretasikan kembali setiap sila Pancasila dengan perkembangan dinamika kebangsaan saat ini menjadi tantangan yang harus dihadapi.

Sila ketuhanan Yang Maha Esa, jika membaca kembali pembukaan UUD NRI 1945  yang menegaskan “ atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”, dengan penuh kerendahan dan kesyukuran bangsa Indonesia mengakui bahwa Tuhan hadir dalam setiap dinamika perjuangan bangsa Indonesia.

Maka negara dan agama dalam konteks Pancasila tidaklah dapat dipisahkan, karena landasan utama bangsa Indonesia terletak dari jiwa spiritualitas keagamaan, inilah yang menegaskan Indonesia sebagai negara yang menjamin kemerdekaan beragama dan menjalankan peribadatan setiap warga negaranya. Negara Indonesia yang didirikan dengan napas ketuhanan, perjuangan dari berbagai latar belakang keagamaan yang membuat Indonesia merdeka dan berdiri hingga saat ini.

Para pendiri bangsa tak pernah memperdebatkan tentang latar belakang keagaman yang dianut, karena yang lebih penting dari hal tersebut adalah cahaya masa depan Indonesia. Tanpa sekat keagamaan, setiap anak bangsa diberi kesempatan yang sama untuk berbakti pada ibu pertiwi. Maka tak dapat dibenarkan setiap tindakan yang berusaha mengganggu kedaulatan dan keamanan negara seperti paham radikalisme, tindakan terorisme, menjual agama untuk kepentingan praktis kekuasaan, maka Pancasila tak ber-sila lagi, karena agama pada hakikatnya mengokohkan negara dan menyebarkan kedamaian. Kalimat takbir yang pada hakikatnya ditujukan untuk mengingat Yang Maha Kuasa dan mendamaikan jiwa seorang muslim, jangan sampai menyebabkan ketakutan bagi yang mendengarnya.

Sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab, teringat apa yang disampaikan Gandhi dan juga dikutip oleh Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945 bahwa, “Saya seorang nasionalis,  tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan”. Kesadaran intelektual dapat dilihat dari Pandangan kemanusiaan bangsa Indonesia bahwa kemanusiaan bersifat universal.

Universilitas kemanusiaan bangsa Indonesia ditegaskan dalam pembukaan UUD NRI 1945 yaitu, “Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”.

Konsep universilitas ini adalah suatu kesadaran bahwa bangsa Indonesia hidup dalam tatanan dunia internasional. Hal ini sesuai juga dengan konsep kemanusiaan yang disampaikan Bung Karno bahwa, kata “Kemanusiaan” melekat kata sifat adil dan beradab, orientasi kemanusiaan ini bersifat internasional (ikut memperjuangkan perdamaian dan keadilan dunia) dan nasional (menjamin dan melindungi HAM setiap warga negara). Realitas yang ada, kasus-kasus pelanggaran HAM belum selesai hingga kini, perampasan tanah ulayat masyarakat adat, tindakan-tindakan represif yang dilakukan oleh alat-alat negara, maka Pancasila tak lagi ber-sila.

Sila Persatuan Indonesia, berangkat dari kesamaan nasib sebagai bangsa yang mengalami penjajahan selama ratusan tahun dan kesamaan tujuan mengakhiri kolonialisme, mensyaratkan persatuan Indonesia. Para pejuang kemerdekaan mengorbankan jiwa dan hartanya demi tujuan bersama Indonesia merdeka, mengubur kepentingan pribadi atau pun golongannya.

Realitas saat ini kuburan kepentingan pribadi atau pun golongan itu telah digali, dan mengubur kepentingan umum dan negara. Pejabat yang memperoleh kepercayaan rakyat melakukan korupsi, kasus-kasus korupsi masih menjadi misteri tak terselesaikan, seperti Bank Century, tak kunjung menemukan tuannya dan Harun Masiku yang tak ditemukan keberadaanya, hingga berebut kekuasaan dengan cara immoral. Pancasila tak lagi ber-sila.

Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Semangat permusyawaratan adalah semangat demokrasi yang menitikberatkan pada kedaulatan rakyat. Konsep pemusyawaratan/perwakilan dipilih untuk menjamin kepentingan seluruh masyarakat Indonesia dengan memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipilih melaksanakan permusyawaratan untuk mengisi jabatan legislatif, secara tegas yang diwakili adalah kepentingan rakyat bukan kepentingan individu, pengusaha atau Ketum Parpol.

Realitas yang terjadi, produk lembaga perwakilan yaitu Undang-Undang, sering mengalami penolakan rakyat, seperti UU Ciptaker, UU KPK, UU Minerba karena UU ini tidak mencermikan kepentingan seluruh rakyat yang diwakili, ditambah UU yang dibatalkan MK juga tak sedikit jumlahnya, menunjukkan buruknya legislasi lembaga perwakilan kita. Maka Pancasila tak lagi ber-sila.

Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Konsep keadilan sosial dalam histori perumusan pancasila berangkat dari permasalahan penindasan politik dan pemiskinan ekonomi yang disebabkan kolonialisme. Maka penataan dalam bidang politik yaitu keseluuhan yang berkaitan tentang ketatanegaraan dan perbaikan kesejahteraan rakyat adalah jawaban mewujudkan keadilan sosial. Namun saat ini tidak terbatas pada bidang politik dan ekonomi semata harus diwujudkan keadilan, tetapi pada bidang hukum dan bidang-bidang lainnya juga harus dihadirkan keadilan bagi setiap warga negara.

Realitas yang terjadi dalam bidang ekonomi, negara kita belum mampu untuk merdeka. Seperti masalah utang luar negeri Indonesia, pada akhir triwulan I 2022 yang mencapai Rp 6. 033 triliun, Tenaga Kerja Asing -yang jumlahnya tak sedikit- terus masuk di Indonesia di tengah kondisi rakyat yang juga membutuhkan pekerjaan, pertambangan yang dikuasai oleh perusahaan asing,  keputusan-keputusan politik yang dipengaruhi negara asing dan pemilik modal. Pancasila Tak lagi ber-sila.

Orang boleh memperdebatkan kontribusi pemikiran dan gagasan yang diberikan, namun jangan sampai meragukan nasionalisme dan kebangsaan kita.

Selamat hari Lahir Pancasila. Semoga tetap kokoh menjadi falsafah bangsa Indonesia.

 

*) Penulis adalah mahasiswa Departemen HTN Fakultas Hukum Unhas/eks Presiden BEM FH UH

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top