MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Nasional (PERTAMINA) adalah Perusahaan Negara
(PN) yang memiliki peran strategis dalam mengolah, menghasilkan, dan menyediakan
kebutuhan bahan bakar dan gas di Indonesia.
Berdasarkan penelusuran Tim Riset Public Policy Network (Polinet), saat ini Pertamina mengelola lebih dari 140 Depo atau Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) yang tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera, Batam, Bangka Belitung, Jawa, Bali, Madura, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Secara sederhana, Depo Pertamina dapat dipahami sebagai tempat penyimpanan atau penampungan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dimiliki oleh PT. Pertamina.
Depo dilengkapi dengan sistem pengukuran, pompa, pipa, dan fasilitas pendukung seperti laboratorium.
Namun, belakangan ini komitmen Pertamina dalam mengelola objek vital tersebut menimbulkan keraguan publik. Pada tahun 2020, terjadi kebakaran Depo Pertamina di Balikpapan dan Blora.
Setahun berselang kejadian serupa kembali terjadi tepatnya di Cilacap, Jawa Tengah. Bahkan kebakaran Depo Cilacap terjadi dua kali pada tahun yang sama dan tujuh kali sejak tahun 1995. Kemudian pada tahun 2022 Depo Balungan di Jawa Barat mengalami kebakaran dan pada tahun yang sama yakni 29 Maret dan 7 September 2022.
Insiden ledakan terbaru pada 3 Maret 2023, Depo Plumpang, Jakarta Utara terbakar dan menelan korban jiwa 33 orang serta kerugian kerugian materi Rp. 17 Miliar.
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa dalam 10 tahun terakhir, terjadi peningkatan jumlah kebakaran depo Pertamina.
Rentetan kejadian tersebut lantas menimbulkan kekhawatiran bagi warga yang bermukim tidak jauh dari lokasi Depo Pertamina.
Data ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan kasus kebakaran dari tahun
2020 ke tahun 2021 yakni dari 1 naik jadi 3 kasus.
Pada tahun berikutnya kembali terjadi kebakaran sebanyak 3 kali dan tahun 2023
hingga bulan Juni kembali terjadi 1 kali kebakaran.
Hal ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang berada di sekitar Depo Pertamina.
