MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Beredar kabar Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sudah berstatus sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Walau belum diumumkan Ketua KPK Firli Bahuri tidak mengelak ketika ditanyakan Pimpinan DPR RI Azis Syamsuddin sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Pada saatnya, akan kami sampaikan kepada publik,” kata Firli kepada wartawan, Kamis (23/9/2021).
Hal tersebut mendapat tanggapan dari Pegiat Anti Korupsi Djusman AR, ia mengatakan bahwa menjadi tanda tanya ketika Lembaga Anti Rasuah tersebut tidak menetapkan Aziz Syamsuddin sebagai tersangka karena kejadian itu terjadi di Rumah Dinasnya.
“Pada prinsipnya terkait hal itu memang menjadi pertanyaan bila KPK tidak menetapkan tersangka terhadap Azis Syamsuddin mengingat peristiwa hukum tersebut terjadi di Rumah dinasnya. Bukan hanya soal etik selaku wakil rakyat tapi juga dapat diduga turut serta dalam peristiwa tersebut,” kata Djusman kepada redaksi edunews.id, Kamis (23/9/2021).
Baca Juga : BREAKING NEWS : KPK Tetapkan Azis Syamsuddin sebagai Tersangka!
Lanjut Djusman AR yang juga Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi itu, dirinya mendukung KPK agar selalu menggunakan langkah hukum yang tegas kepada setiap penindakan.
“Kepada KPK untuk agenda pemanggilan terhadap tersangka besok, sebaiknya KPK menggunakan langkah-langkah tegas demi hukum untuk melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan,” ujar Djusman AR yang diketahui juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Peduli Sosial Ekonomi Budaya Hukum & Politik (LP-SIBUK) Sulsel.
Maka dari itu, dirinya meminta kepada KPK agar menahan semua tersangka korupsi di Indonesia tanpa pandang bulu. Ketegasan tersebut yang dirindukan oleh Pegiat Anti Korupsi di Indonesia.
“Kepada KPK kami minta tahan semua tersangka korupsi, siapapun mereka. Jangan ada perlakuan keragu-raguan. Silakan gunakan haknya berdasar kewenangan dan hukum acara pidana. Masyarakat penggiat anti korupsi merindukan kegarangan KPK,” tegas Djusman AR yang juga Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar itu.
Baca Juga : Jadi Tersangka KPK, Segini Harta Azis Syamsuddin
Menurut Djusman, dengan tidak bermaksud mengabaikan azas praduga tak bersalah, berdasar terungkap dipublik, tindakan tersebut selaku wakil rakyat sangat mencederai nafas demokrasi, sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang wakil rakyat yang sapaannya terhotmat terduga terlibat dalam perkara korupsi menggunakan rumah dinas atau rumah rakyat untuk terjadinya peristiwa hukum suap menyuap.
Sebelumnya, Firli mengatakan kedatangan Azis Syamsuddin pada Jumat, 24 September 2021 besok dinantikan penyidik. Dia berharap Azis Syamsuddin tidak mangkir.
“Ya, tentu penyidik menyampaikan panggilan karena kepentingan penyidikan sehingga terangnya suatu perkara,” tutur Firli.
“Kita berharap, setiap orang yang dipanggil akan memenuhi panggilan sebagai wujud penghormatan atas tegak dan tertibnya hukum dan keadilan. Kita tidak boleh menunda keadilan karena menunda keadilan adalah juga ketidakadilan,” imbuhnya.
Azis Syamsuddin jadi Tersangka KPK, DPP Golkar Bilang Begini
Kronologi Azis Syamsuddin Minta Penyidik KPK Urus Perkara Wali Kota Tanjungbalai
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin yang meminta kepada penyidik KPK unsur Polri Stepanus Robin Pattuju (SRP) agar membantu mengurus perkara Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang ditangani lembaga antirasuah. Azis Syamsuddin dan Syahrial merupakan politikus Partai Golkar.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut, permintaan kepada Robin bermula dalam pertemuan yang dilakukan di rumah dinas Azis Syamsuddin. Pertemuan tersebut terjadi pada Oktober 2020.
Menurut Firli, dalam pertemuan tersebut Azis Syamsuddin mengenalkan Robin sebagai penyidik KPK kepada Syahrial. Saat itu, Syahrial tengah memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK.
“Dalam pertemuan tersebut, AZ (Azis) memperkenalkan SRP dengan MS karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan di KPK agar tidak naik ke tahap penyidikan dan meminta agar SRP dapat membantu supaya permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” ujar Firli dalam jumpa pers, Kamis (22/4/2021) malam.
Firli mengatakan, usai pertemuan di rumah dinas Azis, kemudian Robin memperkenalkan Syahrial kepada pengacara Maskur Husein untuk membantu permasalahan Syahrial.
Kemudian, ketiganya sepakat dengan fee sebesar Rp 1,5 miliar agar Robin membantu kasus dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai tak diteruskan oleh KPK. Dari kesepakatan fee tersebut, Syahrial telah memberikan Rp 1,3 miliar baik secara cash maupun transfer.
“MS (Syahrial) menyetujui permintaan SRP (Robin) dan MH (Maskur) tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik RA (Riefka Amalia) teman dari saudara SRP, dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 miliar,” kata Firli.
Firli menyebut, pembuatan rekening bank atas nama Riefka Amalia dilakukan sejak Juli 2020 atas inisiatif Maskur. Setelah uang diterima, Robin kembali menegaskan kepada Maskur dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK.
“Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta. MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp 200 juta sedangkan SRP dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp 438 juta,” kata Firli.

Petugas menggiring penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju (kanan) usai menjalani rilis penahanan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021). Stepanus ditahan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjung Balai 2020-2021.
Dalam kasus ini, KPK menjerat Stepanus Robin, Syahrial, dan Maskur sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di KPK. Atas perbuatannya, Robin dan Maskur dijerat sebagai tersangka penerima suap, sementara Syahrial pemberi suap.
Robin dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
