MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Rencana pemerintah menjadikan Dana Desa sebagai jaminan (intercept) atas potensi gagal bayar Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) menuai sorotan tajam.
Kebijakan yang diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani ini, meski ambisius untuk menggerakkan ekonomi desa, dinilai menyimpan dilema serius oleh Public Policy Network (Polinet). Lembaga pengkaji kebijakan publik yang berbasis di Makassar ini menyoroti potensi risiko fiskal, akuntabilitas, dan keberlanjutan pembangunan desa.
Analis Kebijakan Ekonomi Publik dari Polinet Najamuddin Arfah, menyoroti potensi pengaburan fungsi utama Dana Desa. Selama ini, Dana Desa difokuskan pada pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa.
“Dana Desa adalah instrumen vital untuk kemandirian desa. Menggunakannya sebagai penjamin pinjaman koperasi, meskipun tujuannya memajukan ekonomi, secara fundamental menggeser fokus dari investasi publik langsung menjadi mitigasi risiko keuangan,” ujar Najamuddin Arfah yang juga merupakan Alumni Pascasarjana Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan Universitas Hasanuddin Makassar.
Menurutnya, Dana Desa dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar serta pembangunan fisik dan sosial di desa. “Ketika dana ini berpotensi ditarik untuk menutupi kewajiban utang koperasi, ini bisa menjadi bom waktu pembangunan,” tegasnya.
Najamuddin memaparkan, jika sebuah koperasi mengalami wanprestasi dan Dana Desa harus di-intercept, program-program pembangunan yang sudah dianggarkan—seperti pembangunan jalan, irigasi, sanitasi, atau program pendidikan—bisa tertunda atau bahkan terhenti.
“Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi juga masalah kepercayaan publik dan keberlanjutan pembangunandi tingkat akar rumput,” pungkas Najamuddin Arfah. (**)
