*Oleh Ulan Firnama
OPINI, EDUNEWS.ID – Sejak memasuki tahun 2023, manuver dan intrik politik kian marak menjelang Pemilu 2024.
Konten beragam isu bertebaran di media dikaitkan dengan kepentingan politik. Walaupun kebanyakan hanya berfokus pada Capres-cawapres saja.
Sebut saja polemik politik yang menyentil sistem verifikasi partai politik peserta Pemilu.
Adu kekuatan Koalisi Capres-cawapres hingga sistem penjaringan bakal calon memunculkan isu petugas partai, pemimpin yang “No Action-talk Only, politik dinasti, dan viralnya tren kelucuan argumentasi debat Capres-cawapres.
Semuanya menjadi perbincangan hangat menjelang Pemilu 2024 dan mengakibatkan munculnya ujaran kebencian, dan dugaan politik identitas.
Menghadapi isu-isu tersebut, banyak masyarakat yang memilih diam atau berargumentasi positif negatif terhadap pihak-pihak dalam isu tersebut.
Saat ini, kita sudah berada di penghujung 2023. Waktu kita tinggal sebulan lebih untuk hadir dalam pesta demokrasi.
Peran kita dibutuhkan untuk mengawal kelancaran proses Pemilu 2024, yang tak hanya memilih Capres-cawapres saja, namun juga perwakilan rakyat Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Sebagai pemilih muda-pemula, banyak hal kita wanti-wanti mulai sekarang. Bukan sekadar bagaimana memahami literasi digital atau menyaring sebelum membagikan, tetapi benar-benar mengetahui apa yang sebenarnya sedang kita hadapi.
Bukan sekedar melihat mereka dari seberapa menarik konten kampanye yang disajikan, tapi kita butuh edukasi tentang akses sejarah dan pengetahuan mumpuni tentang politik, karena yang kita hadapi bukan sekadar konsumsi untuk mata saja, melainkan menentukan kehidupan berbangsa beberapa tahun kedepan.
Ingat untuk tetap hati-hati, 2023 memanglah Tahun Politik dan 2024 adalah hasil bagaimana kita mengkonsumsi kampanye politik di ruang maya.
Ulan Firnama, Aktivis Perempuan
