Ahmad Sahide

Pilpres :  Pesta yang Tidak Demokratis

Oleh : Ahmad Sahide*

SPEKTRUM, EDUNEWS.ID-Kurang lebih dua ratus juta rakyat Indonesia berpesta pada 14 Februari lalu untuk memilih wakil-wakil mereka di legislatif, baik itu tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga pada tingkat nasional. Namun demikian, yang paling banyak menarik perhatian publik adalah kontestasi untuk menjadi orang nomor satu dan dua di republik ini. Daur ulang kepemimpinan nasional pada tahun 2024 ini diikuti tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Pasangan nomor urut satu adalah Anis Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, pasangan nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan pasangan nomor urut tiga adalah Ganjar Pranowo-M. Mahfud MD.

Pesta rakyat untuk daur ulang kepemimpinan nasional ini sarat dengan kontroversi dimulai dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden, penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui program Bantuan Sosial (Bansos), pengerahan aparatur negara untuk memuluskan langkah anak Presiden Jokowi melenggang menjadi orang nomor dua di republik ini. Tidak heran jika banyak ilmuwan politik Indonesia sangat gencar bersuara lantang akan alarm kemunduran demokrasi dan bangkitnya politik dinasti. Jusuf Kalla (JK), mantan Wakil Presiden Indonesia, bahkan mengatakan bahwa pilpres 2024 adalah pilpres terburuk pasca-reformasi. Munculnya film “Dirty Vote” tiga hari menjelang pencoblosan memperkuat apa yang dikatakan oleh JK.

Film tersebut membongkar upaya yang tersistematis, masif, dan terstruktur yang dilakukan oleh rezim Jokowi untuk memenangkan kandidat dukungannya, yang tidak lain adalah anaknya sendiri ada di sana. Film tersebut menggiring kita pada kesimpulan bahwa tidak ada jalan lain bagi kandidat yang melawan dukungan Istana untuk menang. Film “Dirty Vote” yang dibintangi oleh Zaenal Arifin Mochtar dan dua pakar hukum tata negara lainnya hendak mengatakan kepada publik secara luas bahwa kita tidak butuh kehadiran lembaga survei untuk memprediksi siapa yang akan memenangi kontestasi. Jika praktik-praktik tidak bermoral tersebut dibangun dalam daur ulang kepemimpinan nasional, maka saya kira lembaga survei akan menatap masa depan yang suram. Oleh karena itu, pertanyaan berikutnya adalah masih pantaskah pesta rakyat 14 Februari 2024 lalu disebut sebagai pesta yang demokratis?

Pesta Tidak demokratis

Defenisi demokrasi secara luas dipahami sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun demikian substansi dari demokrasi adalah pemimpin dapat diawasi dan dikontrol agar tetap amanah dalam menjalankan tugas dan juga mengelola uang rakyat yang bernama APBN. Dalam iklim politik yang demokratis juga rakyat berdaulat. Walakin, dari film “Dirty Vote” kita mengetahui dengan gamblang bahwa negara ini dikendalikan oleh sekolompok orang alias tidak ada ruang bagi rakyat untuk berdaulat. Bahkan dalam memilih seorang pemimpin pun rakyat tidak ada kebebasan. Yang ada adalah intimidasi dan paksaan, juga ada pembodohan secara masif.

Salah satu unsur negara yang demokratis, seturut Robert Dahl, adalah adanya pemilu yang bebas dan adil. Dengan mengikuti dinamika politik dan daur ulang kepemimpinan nasional 2024 kita dipertontonkan praktik-praktik politik yang tidak adil. Ada kandidat yang diberi ruang untuk bertemu dengan kepala-kepala desa dari seluruh Indonesia yang tidak lain adalah upaya untuk penggalangan dukungan, begitu juga dengan bansos dengan foto dan nama calon tertentu. Juga banyak kepala sekolah, kepala puskesmas di berbagai daerah diarahkan oleh orang nomor satu di daerah tersebut untuk memilih dan mencari suara untuk kandidat yang diusung oleh istana. Pada sisi lain, kita juga mendengar, membaca, dan melihat melaui televisi bahwa kandidat tertentu dipersulit untuk melakukan kampanye politiknya. Inilah fakta yang tidak terbantahkan bahwa salah satu unsur negara yang demokratis dari teori Robert Dahl telah luntur. Juga, setelah 14 Februari 2024, kita mendengar ada beberapa kepala puskesmas yang dimutasi karena kandidat diarahkan dari pusat kalah dari kandidat lainnya.

Unsur demokrasi berikutnya yang hilang dari daur ulang kepemimpinan nasional tahun ini adalah adanya hak bagi pemimpin politik untuk berkompetisi dalam mendapatkan dukungan atau memberi dukungan. Film “Dirty Vote” telah menunjukkan fakta bahwa tidak ada hak yang sama dalam mendapatkan dukungan politik. Beberapa menteri secara terang-terangan menyatakan dukungan dan ajakan kepada kandidat tertentu, tetapi pada sisi yang lain banyak apparat sipil negara (ASN) yang dihantui ketakutan untuk berfoto atau memberi komen di media sosial yang bisa ditafsirkan sebagai dukungan yang berbeda dari dukungan istana. Ini juga menghilangkan unsur yang ketiga dari demokrasi, yaitu kebebasan berekspresi.

Kemenangan untuk Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka seolah memberi jalan legitimasi bahwa praktik seperti itu ‘halal’ dan ‘tidak melanggar etika demokrasi’. Artinya bahwa lima tahun berikutnya, pola-pola seperti itu ‘wajib’ ditiru oleh kontestan untuk memenangi kontestasi politik, baik itu pada level nasional maupun lokal. Di sinilah demokrasi Indonesia pasca-reformasi telah berada di tepian jurang kematiannya. Inilah yang dibahasakan oleh Steven Levitsky Bersama dengan Lucan A. Way (2002) dengan istilah “Election Without Democracy” yang juga menjadi awal dari kebangkitan otoritarianisme yang kompetitif (competitive authoritarianism).

Akhirnya kita harus mengucapkan selama kepada pemenang kontestasi. Anda berhasil menang bukan hanya kepada kontestan lainnya, tetapi menang melawan keberlanjutan demokrasi Indonesia. Kepada pemilihnya, selamat bereuforia karena sukses menggiring demokrasi kita pada titik nadir kematiannya!

Yogyakarta, 23 Februari 2024

Ahmad Sahide. Ketua Prodi Hubungan Internasional Program Magister, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Penggiat Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com