PASURUAN, EDUNEWS.ID – Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Indonesia memberikan penghargaan ke SMKN Winongan, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan, Kamis (17/11/2016) siang.
Penghargaan itu diberikan setelah sekolah berstandar nasional ini memperjuangkan hak anak mendapatkan pendidikan sesuai dengan Pengesahan Konvensi PBB tentang hak anak pada 20 November 1989 lalu.
Dalam kegiatan ini, Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait, memberikan piagam dan piala sebagai bentuk penghargaan kepada SMKN Winongan. Untuk diketahui, SMKN Winongan dianggap mampu memperjuangkan hak anak mendapatkan pendidikan.
“Empat siswa SMK Winongan terlibat dalam kasus pencurian dengan kekerasan (curas) atau begal motor. Mereka saat ini ditahan di Lapas Anak Blitar, tapi saya suka semangat SMKN ini yang tetap memberikan pendidikan meski dari jarak jauh,” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait usai kegiatan.
Sekadar diketahui, status keempat siswa ini adalah narapidana setelah dijatuhi hukuman badan selama tiga tahun. Namun, putusan itu belum incraht. Keempat terpidana ini sedang mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Mereka masih duduk di kelas XI SMKN Winongan. Terlepas dari kenakalan mereka, sekolah tetap peduli memberikan pendidikan ini,” lanjut Arist Merdeka Sirait.
Aris pun tak henti-hentinya kagum dengan kebijakan yang dilakukan sekolah ini. Ia mengaku tidak mengenal sekolah ini sebelumnya. Ia pun tidak mengenal kepala sekolah, napi yang masih anak-anak dan sebagainya. Hanya saja, saat ia berkunjung ke Lapas anak-anak di Blitar beberapa waktu lalu terkejut dengan empat napi yang masih tetap belajar.
“Ini satu-satunya di Indonesia, di sekolah lain belum ada. Semoga kebijakan di sekolah ini bisa ditiru dengan sekolah lain untuk menerapkannya saat ada siswa-siswinya yang tersangkut masalah hukum,” tandasnya.
Dalam hal ini, dikatakan Sirait, sekolah memberikan pendidikan penuh kepada siswanya yang berada di dalam penjara. Tidak ada perbedaan antara siswa yang belajar di sekolah dan di dalam penjara.
“Sekolah berusaha maksimal agar empat siswannya ini bisa mengeyam pendidikan seperti teman-temannya. Mereka masih bisa belajar meski di dalam bui,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, pihaknya sudah memeriksa modul-modul yang diberikan sekolah kepada empat napi ini. Secara umum, modul yang diberikan dan materi pembelajarannya tidak ada yang berbeda.
“Bedanya hanya terletak pada pengajarnya saja. Kalau empat napi ini harus belajar mandiri, karena tidak ada guru yang membimbingnya. Mereka belajar dari buku dan rangkuman yang sudah diberikan,” paparnya.
Tidak hanya itu, Aris pun juga mengapresiasi kebijakan yang ada di Lapas Anak Blitar. Menurutnya, kebijakan yang diberikan ke empat napi ini untuk tetap bisa mendapatkan pendidikan ini perlu diacungi jempol. Meski tidak mendapatkan perlakuan istimewa, keempat napi ini diperbolehkan menggunakan fasilitas yang ada di lapas.
“Di jam-jam tertentu, empat napi ini boleh menggunakan komputer berbasis internet untuk browsing tugas-tugas dan sebagainya. Keren sekali, anak memang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan secara layak dan ini patut diperjuangkan,” pungkasnya.
[Tribun]