HEALTH, EDUNEWS.ID-Cedera bahu merupakan masalah yang dialami oleh pegiat olahraga, khususnya para atlet. Cabang olahraga yang berisiko tinggi terkena cedera bahu di antaranya non-contact sports (bulutangkis, voli, baseball, dan berenang) dan contact sports (rugby, basket, dan bela diri).
“Kalau dari penelitian yang tercatat itu sekitar 0,2 sampai 1,8 per 1.000 jam,” ujar Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) dr Grace Joselini Corlesa, SpKO ditemui tim detikcom di Penang Bistro, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (30/11/2022).
Umumnya, para atlet mengalami cedera bahu seperti tendon sobek (rotator cuff tear), labrum sobek (SLAP tear), dan dislokasi bahu. Cedera bahu disebabkan oleh faktor intrinsik seperti:
Riwayat sakit bahu, baik dengan atau tanpa cedera bahu
Rentang gerak dan fleksibilitas bahu
Kelemahan otot dan ketidakseimbangan agonis atau antagonis
Diskinesis skapula (tulang belikat)
Lamanya pasien berolahraga (tahunan)
BMI atau Indeks Massa Tubuh
Jenis kelamin
Level olahraga (junior, menengah, atau senior).
Sementara itu, faktor ekstrinsik dari cedera bahu meliputi:
Jenis olahraga
Kondisi latihan (benar atau tidaknya seseorang mengikuti prosedur latihan)
Tekanan saat latihan atau frekuensi pertandingan
Grace melarang keras bagi penderita cedera bahu untuk memeriksakan dirinya ke tukang urut. Alih-alih ke tukang urut, penderita cedera bahu harus pergi ke dokter untuk penanganan lebih lanjut.
“Jangan dibawa ke tukang urut, paling aman udah dibawa ke rumah sakit,” kata Grace.
“Please, jangan dipijet-pijet, jangan diutak-atik. Nanti malah memperburuk cederanya,” pungkasnya.
Penanganan Pertama
Sembari menunggu untuk pergi ke rumah sakit, Grace menganjurkan penanganan pertama pada cedera bahu yaitu metode PRICE. Metode ini
dapat dilakukan 24 hingga 72 jam setelah cedera. PRICE terdiri dari
Protect
Rest (mengistirahatkan bahu)
Ice (berikan kompres es 10 hingga 15 menit dalam per 4 jam)
Compression (menggunakan perban atau plastic wrap jika benar-benar tidak ada)
Elevation (menyangga dengan gendongan bahu atau arm sling)
Diagnosis
Ketika pasien dibawa ke rumah sakit, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan terkait cedera bahu guna pemeriksaan. Dari pemeriksaan
tersebut, dokter sudah memiliki peluang diagnosis sebanyak 70 persen.
“Nanti akan ditanya nih, riwayatnya kenapa? jatuhnya bagaimana? saat melakukan apa? semua kita gali,” kata Grace.
Hasil pemeriksaan tersebut belum final, terlebih untuk para atlet yang tidak bisa sembarangan. Maka dari itu, dokter akan melakukan pemeriksaan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
“Kita nggak mau coba-coba, maka kita mau diagnosa pasti menggunakan MRI,” tutur Grace.
Dari hasil MRI, pasien akan dirujuk ke dokter ortopedi. Beberapa kasus yang parah memerlukan operasi. Sementara yang lain hanya melakukan terapi tergantung diagnosis dari dokter ortopedi.
“Mengobati cedera olahraga sesegera mungkin agar tidak bertambah parah atau berisiko cedera lebih lanjut di kemudian hari,” ujar Grace.
sumber : health.detik
