*Oleh Muhammad Yamin (Mahasiswa Hukum UIM)
OPINI, EDUNEWS.ID – Kasus narkoba diberbagai negara atau wilayah sudah dipandang sebagai kejahatan yang sangat mengkhawatirkan.
Narkoba sangat berbahaya bagi masa depan bangsa dan negara, terutama pada kehidupan masyarakat yang dapat menimbulkan kerugian dan melibatkan berbagai kalangan generasi penerus bangsa serta merupakan bentuk pelanggaran hukum atau norma sosial-masyarakat sejak lama.
Di Sulawesi Selatan sendiri, pecandu narkotika sudah sangat menghawatirkan. Hal itu sejalan dengan data Direktorat Reserse Narkoba & Satresnarkoba Jajaran Polda Sulsel yang berhasil menyita lebih dari 101 kg Narkotika jenis sabu dan mengungkap 2.388 kasus dalam capaian kinerja Tahun 2023.
Masalah tersebut seharusnya tidak hanya menjadi beban masyarakat semata dalam memerangi narkoba melainkan perlu adanya kerjama beberapa stakeholder, di antara penegak hukum seperti pihak Kepolisian, Jaksa, Hakim, dan beberapa lembaga pemasyarakatan lainya.
Sebagai penegak hukum pertama yang menangani kasus, tentunya polisi memiliki tugas yang sangat sentral dalam memerangi narkoba yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Di dalam negara hukum, polisi sebagai pelaksana dan penegakan hukum yang mempunyai tugas untuk melakukan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta memiliki kewenangan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana.
Keberadaan pihak kepolisan menjadi sangat sentral karena sebagai ujung tombak penegakan hukum, sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Banyaknya pengungkapan kasus narkoba sebanyak 273 gram yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur tahun 2023 dan beberapa pengungkapan kasus awal tahun 2024 merupakan adanya penegakan hukum yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga masyarakat dengan leluasa dapat mengakses barang haram tersebut.
Sebagai kabupaten dengan kasus narkotika yang lumayan tinggi, sudah seharusnya perlu evaluasi yang mendalam terhadap kinerja penegak hukum terkhusus Satres Narkoba Polres Luwu Timur karena tidak mampu menjadi ujung tombak dalam mencegah peredaran narkoba dan tempat terjadinya transit peredaran narkoba menurut Kasat Narkoba Polres Luwu Timur, Iptu Pol A. Imran Hamid.
Jika kinerja maksimal yang sudah diterapkan dalam mencegah masuknya narkoba, dan masih banyaknya peredaran yang terjadi, sangat besar kemungkinan dugaan adanya oknum penegak hukum yang bermain dengan bandar narkoba sehingga Luwu Timur menjadi tempat transit peredaran narkoba.
Lemahnya pengawasan institusi penegak hukum menjadi salah satu faktor penyebab adanya oknum penegak hukum yang turut menyalahgunakan narkoba sehingga sikap pesimistis lahir terhadap keberhasilan pihak penegak hukum untuk memberantas peredaran dan penyalahgunaan barang haram tersebut.
Pada kasus oknum Polisi di Polrestabes medan yang terlibat kasus peredaran narkoba, menjadi satu contoh kasus yang ternyata oknum dari pihak kepolisian bisa saja terlibat.
Oknum polisi tersebut bisa kita duga, bahwa oknum polisi bisa mendapatkan setoran dari berbagai bandar narkoba.
Bukan cuman itu, dibeberapa kasus tindak pidana narkotika yang melibatkan oknum penegak hukum, seringkali oknum tersebut melakukan pemerasan terhadap pelaku narkoba dengan negosiasi kasus tergantung besaran barang bukti (narkoba) sebelum pelaku diserahkan ke kantor kepolisian.
Apabila dugaan itu benar adanya, maka penegakan hukum bagi oknum anggota Kepolisan tersebut perlu diberikan sesuai dengan Tindak Pidana Narkotika Undang-undang No. 35 Tahun 2009.
Bukan hanya itu, penegakan kode etik terhadap oknum anggota kepolisian tersebut juga harus diberikan sesuai aturan tentang kode etik anggota kepolisian.
Bagi kepolisian, sebaiknya lebih bisa memantau anggotanya dan lebih menanamkan sikap taat pada hukum yang lebih tinggi agar anggotanya bisa terhindar dari tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
Dan bagi aparat yang berwenang mengadili dalam pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota polisi seharusnya memiliki ketegasan dalam menindak polisi yang terjerat kasus narkotika dengan segera mungkin melakukan proses penegakan kode etik yang terbukti melakukan tindak pidana haruslah diperberat.