JAKARTA, EDUNEWS.ID – Semasa rezim orde baru (orba), buku-buku berbau komunisme dan marxisme dilarang. Dinilai bertentangan dengan TAP MPR Nomor 25 tahun 1966 tentang Larangan Paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Korbannya adalah mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta. Ditangkap dan diadiili karena memiliki dan menyimpan buku sastra karya Pramoedya Ananta Noer.
Demikian dikatakan praktisi hukum, Martimus Amin kepada edunews.id, Selasa (10/1/2017). Amin mengatakan hal ini justru terbalik 180 derajat jika melihat kondisi saat ini. Dimana jika ada pihak yang menyuarakan bahaya komunis malah terancam penjara.
“Imam besar FPI Habieb Rizieq Syihab yang mengingatkan penguasa ada simbol mirip palu arit dalam lembaran uang kertas rupiah, dipanggil polisi dengan tuduhan melakukan penghasutan. Padahal Habib Rizieq tidak mengajak berbuat kriminal, tetapi sekedar hanya mengingatkan agar pemerintah sekarang ini tidak diasosiasikan sebagai rezim pro komunisme,” jelasnya.
Lebih lanjut Amin mengatakan, dalam contoh lain, Kadiv Humas Polri dalam siaran persnya mengatakan penyebarluasan tulisan Bambang Tri yang berjudul ‘Jokowi Undercover’ baik dalam bentuk buku maupun digital akan dijerat pidana.
“Ironi, semasa Kapolri dipimpin Badrodin Haiti yang melakukan permintaan pelarangan dan penyitaan buku-buku berpaham komunis, Kejaksaan Agung secara tegas malah menyatakan ketidakberwenangannya. Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pelarangan buku harus melalui putusan pengadilan,” kata Amin.
Amin menjelaskan, dalam putusan MK juga menyatakan penyitaan buku-buku sebagai salah satu barang cetakan tanpa melalui proses peradilan, sama saja dengan pengambilalihan hak pribadi secara sewenang-wenang yang dilarang Pasal 28H ayat 4 UUD 1945.
“Setelah adanya putusan MK ini maka UU Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum, dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tambah Amin.
Amin menilai Kapolri rezim Jokowi saat ini lebih diatas hukum. Meskipun sudah ada hukum yang membenarkan bahwa sebelum adanya putusan pengadilan melarang, namun rezim sekarang ini akan menjebloskan orang-orang yang mengingatkan hal-hal yang berbau PKI.
“Lain pemimpin, lain pula gayanya. Orang yang menulis dan mengingatkan tentang adanya hal-hal yang berbau PKI justru akan dipenjarakan. Duh,” pungkasnya.
