JAKARTA, EDUNEWS.ID – Kunjungan Jokowi ke Tiongkok untuk bertemu Presiden Xi Jinping diapresiasi oleh Kamrussamad, anggota Komisi XI DPR RI.
Kamrussamad menilai kunjungan dan kesepakatan yang telah dibangun sangat penting bagi Indonesia terutama dalam menghadapi tantangan resesi ekonomi saat ini.
Namun, Kamrussamad juga mewanti wanti adanya conflict of interest dari keikutsertaan sejumlah pengusaha oligarki seperti Boy Thohir dan sejumlah pengusaha lain.
“Tiongkok adalah mitra dagang dan investasi strategis bagi Indonesia. Level dan intensitas perdagangan, serta investasi dengan Tiongkok selama ini terus bertumbuh dan yang paling besar dibandingkan negara lainnya,” ujarnya, Rabu (27/6/2022).
Hanya saja, lanjutnya, pemerintah perlu menjelaskan status Green Industrial Park Bulungan Kaltara yang merupakan proyek prioritas pemerintah, karena lahan tersebut milik perseorangan Boy Tohir.
Jangan sampai misi utama G to G hanya menguntungkan oligarki tertentu. Padahal, ada ratusan kawasan industri lainnya tersebar di berbagai pelosok nusantara.
“Tapi tentunya, masih banyak potensi lain yang perlu digarap. Selain diversifikasi atas komoditas ekspor dan impor, juga pendanaan di sejumlah sektor ekonomi baru juga yang perlu kedua negara bicarakan secara konsisten,” kata Kamrussamad.
Dia juga menjelaskan bahwa pasca pandemi, ekonomi nasional dihadapkan pada dua tantangan besar.
Pertama, tantangan mengembalikan produktifitas ekonomi domestik yang selama dua tahun lebih menurun. Kedua, tantangan resesi akibat ancaman inflasi dan konflik geopolitik Ukraina-Rusia dan blok barat yang telah mengacaukan rantai pasok komoditas.
“Selain itu, selama pandemi setiap negara cenderung bersikap proteksionis. Tertutup. Semuanya mementingkan kepentingan nasionalnya. Mulai dari komoditas makanan, energi, hingga vaksin. Sekarang, jika model seperti itu dipertahankan, ekonomi global dan ekonomi setiap negara akan sulit untuk bangkit,” tandasnya.
Dia pun menegaskan bahwa kunjungan Presiden Jokowi ke beberapa negara, termasuk Tiongkok, sangat penting bagi Indonesia.
Tidak hanya membuka kembali komunikasi antar negara, namun juga untuk menghadapi ancaman resesi. (*)