JAKARTA, EDUNEWS.ID – Presiden sama sekali tidak memiliki kewenangan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan sebuah UU yang sudah diparipurnakan oleh DPR RI.
Begitu tegas Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2018).
“Polemik di luar sana mendesak presiden membatalkan UU ini dengan perppu. Nah ini yang menurut saya sangat berbahaya karena tidak ada kewenangan presiden untuk membatalkan UU dengan perppu,” tegasnya.
Pemilik kewenangan untuk membatalkan perppu hanya Mahkama Konstitusi (MK). Alasan itulah yang membuatnya mengajukan uji materi alias judicial review (JR) UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) ke MK.
“Dan ini tidak bagus kalau misalnya presiden mengeluarkan perppu karena perppu itu instrumen absolutisme kekuasaan yang kalau kita biasakan akan hidup kembali,” tekan Irman.
Sidang perdana JR UU MD3 baru saja digelar MK. Sidang itu ditunda hingga 14 hari ke depan untuk meminta para pemohon melengkapi surat permohonannya. Salah satu yang diminta oleh hakim adalah nomor UU MD3.
Para pemohon pun diminta untuk melengkapi permohonannya dengan membubuhi nomor UU. Belum adanya nomor UU MD3 karena hingga saat ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sama sekali belum menandatangani UU yang sempat menjadi polemik itu.
Artinya, sebelum ditandatangani Jokowi, UU MD3 belum memiliki nomor. Sejak disetujui oleh sidang paripurna DPR RI pada Senin (12/2/2018) lalu, UU MD3 yang sudah di meja Presiden Jokowi masih belum ditandatangani.
Namun sesuai konstitusi, jika sampai waktu 30 hari kerja pihak eksekutif masih tidak menandatangani, maka UU tersebut tetap sah. Artinya, pada tanggal 13 Maret nanti, UU MD3 sudah memiliki nomor UU. Irman tak mempermasalahkan itu.
“Kami hitung limit waktunya sampai tanggal 13 Maret itu habis jangka waktu 30 hari. Dan ketika habis meski tidak ditandatangani presiden, maka UU tetap sah karena UUD 45 dan harus diberikan nomor oleh pemerintah. Jadi tanggal 13 maret itu asumsi kami sudah ada nomor,” jelas Irman.
Lebih lanjut, Irman kemudian mewanti-wanti bahwa presiden hanya boleh mengeluarkan perppu jika ada pertimbangan negara dalam keadaan mendesak, bukan seperti sekarang ini. “Tidak ada yang mendesak bagi pemerintahan,” tegas Irman lagi.