MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Seorang penumpang pesawat Sriwijaya Air, Ahmad Sahide, menulis surat terbuka kepada pihak maskapai setelah mendapatkan pengalaman yang dianggapnya tidak mengenakkan.
Hal ini bermula saat dia bersama istri dan anaknya yang berumur 22 bulan, hendak melakukan penerbangan ke Yogyakarta dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Rabu (11/5/2022).
Dalam suratnya, Sahide menceritakan bahwa saat check in, petugas memintanya untuk memangku si anak. Setelah itu, petugas menganggap anak itu sudah besar (karena saat dipangku melebihi tinggi dagu). Sahide pun diminta membayar penuh kursi untuk anaknya.
“Tentu saya kaget dan protes. Saat beli tiket, pilihannya hanya 3; Dewasa (>12 tahun), Anak (2-11 tahun), dan Bayi (<2 tahun). Tidak ada aturan tambahan dan tidak ada pilihan bahwa bayi yang pertumbuhannya lebih cepat dari bayi pada umumnya harus membayar tiket penuh seperti orang dewasa,” jelasnya.
Selanjutnya, dia meminta bagian Customer Service (CS) untuk menunjukkan aturan resmi terkait hal yang dipersoalkan. Sahide mengaku akan membayar penuh apabila ada aturannya.
Customer Service Suruh Cari Aturan Sendiri
Setelah diminta menunggu selama kurang lebih 15 menit, CS malah menyuruh Sahide untuk mencari dan membaca sendiri aturan tersebut melalui smartphone. Dia juga disalahkan karena tidak membaca peraturan.
“Saya baca aturannya dan tidak ada yang seperti itu. Ini mengecewakan saya dengan pelayanan yang tidak sesuai SOP pelayanan publik yang baik,” tukasnya.
Setelah lama berdebat, Sahide akhirnya dipersilahkan melanjutkan check in dengan peringatan dari CS agar tetap menyiapkan uang tiket jikalau pramugari nantinya meminta.
Sahide hanya mengiyakan hal tersebut sebab dirinya yakin tidak ada SOP pramugari akan meminta uang tiket setelah pesawat sudah terbang.
“Itu aneh dan ini terkesan mengada ada. Dan di pesawat, pihak pramugari sama sekali tidak mempermasalahkan pertumbuhan anak saya yang dianggap lebih cepat dari usianya,”
Setelah semua pengalaman tersebut, Sahide menyimpulkan adanya indikasi permainan oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari konsumen Sriwijaya.
“Praktek praktek seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan dan tentu saja juga akan merugikan pihak perusahaan secara bisnis. Maka pihak maskapai harus menindak tegas staf dan karyawannya yang merusak citra perusahaan tersebut. Orang orang seperti itu semestinya tidak diberi tempat untuk berkarir di perusahaan besar dan ternama ini,” tutupnya.
(rls/as)