DAERAH

Kolaka Utara dalam Ancaman: Tambang Nikel Tinggalkan Jejak Kerusakan Lingkungan dan Ketimpangan Sosial

Research fellow Public Policy Network (Polinet) Sabar Aljihad

KOLUT, EDUNEWS.ID  – Di tengah isu tambang Raja Ampat, kondisi hiruk-pikuk aktivitas penambangan nikel yang masif juga terjadi di daerah Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Daerah tersebut  kini menghadapi realitas serius berupa dampak negatif yang signifikan.

Terhadap Eksploitasi sumber daya alam (tambang nikel) yang diharapkan membawa kemakmuran bagi masyarakat dan Kemajuan Daerah, justru menimbulkan ketimpangan Sosial meninggalkan jejak kerusakan lingkungan parah dan memicu permasalahan sosial-ekonomi yang kompleks bagi masyarakat setempat.

Aktivitas penambangan nikel di Kolaka Utara, yang sebagian besar menggunakan metode penambangan terbuka (open-pit mining), telah menghadirkan dan menyebabkan deforestasi secara besar-besaran. Pembukaan lahan hutan untuk akses penambangan (tambang nikel) dan lokasi penumpukan material galian meninggalkan banyak Mmsalah.

Pembukaan lahan hutan, tidak hanya menghilangkan habitat alami flora dan fauna endemik, tetapi juga mengurangi fungsi hutan sebagai penyeimbang ekosistem dan penyerap karbon,

“Kami melihat bagaimana kondisi lokasi penambangan yang dulunya hijau kini menjadi gundul dan merah, di beberapa lokasi aktivitas penambangan,” ungkap seorang warga, Daeng Iccang (54)  yang bermukim di kecamatan Batu Putih saat ditemui di lokasi pertambangan, baru-baru ini.

“Belum lagi Setiap hujan deras, air yang mengalir dari hulu ke hilir hingga ke alliran sungai wilayah penambangan itu berwarna merah pekat, membawa lumpur dan material tambang,” sambungnya.

Fenomena “lumpur merah nikel” menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat Khususnya di Wilayah yang dekat dengan Aktivitas Penambangan di Kolaka Utara.

Sedimentasi dan kontaminasi air sungai serta pesisir laut akibat lumpur yang mengandung logam berat, telah merusak ekosistem perairan. Sumber air bersih bagi masyarakat yang berada di sekitar area pertambangan menjadi tercemar, sementara ekosistem laut yang menjadi bagian penopang kehidupan nelayan juga ikut terganggu dan terancam.

“Dulu, mencari ikan di laut sekitar sini sangat mudah. Sekarang, hasilnya jauh berkurang. Airnya keruh terus, dan banyak terumbu karang yang rusak,” keluh seorang nelayan lokal, Herman.

Research fellow dari Public Policy Network (Polinet) Sabar Aljihad menuturkan, selain dampak lingkungan serius, aspek sosial-ekonomi masyarakat Kolaka Utara juga turut terdampak.

“Konflik agraria seringkali muncul akibat klaim lahan yang tumpang tindih antara perusahaan tambang dan masyarakat adat atau petani lokal di wilayah lokasi penambangan,” kata Sabar, pemuda yang bermukim di kecamatan Pakue.

Meskipun tambang menjanjikan keterbukaan lapangan kerja, namun pada realitasnya banyak posisi pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus, sehingga harus diisi oleh tenaga kerja dari luar daerah.

Penduduk lokal, yang umumnya dianggap belum siap secara tenaga SDM yang memiliki pendidikan rendah atau latar belakang pertanian dan perikanan, seringkali hanya mendapatkan pekerjaan di sektor informal atau posisi dengan upah rendah.

“Hal ini memperlebar jurang kesenjangan sosial ekonomi dan menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat yang merasa tidak mendapatkan manfaat maksimal dari kehadiran aktivitas tambang,” tambah Sabar.

Ia  berharap pemerintah daerah dapat meperhatikan lebih serius dengan mengevaluasi kehadiran izin usaha pertambangan yang sedang beroperasi saat ini.

“Sudah saatnya dan waktunya mendorong persoalan ini dengan kesadaran kolektif kelembagaan DPRD sebagai fungsi pengawasan bersama Pemda agar  merumuskan peta investasi yang ramah lingkungan serta penyiapan SDM yang unggul di sektor pertambangan,” harap Sabar.

Ia melanjutkan, industri nikel di Kolaka Utara memiliki potensi ekonomi yang besar, tantangan untuk mengatasi dampak negatifnya merupakan isu krusial yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak.

“Keseimbangan antara pembangunan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial masyarakat lokal akan menjadi kunci bagi keberlanjutan industri tambang,” tutupnya. (**)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top