Pendidikan

Bupati Purwakarta Nilai Sekolah Seperti Penjara Pendidikan

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi

PURWAKARTA, EDUNEWS.ID – Kabupaten Purwakarta menjadi salah satu daerah yang konsen membenahi pola pendidikan. Kabupaten yang dikenal dengan makanan khas sate maranggi itu menganut pola pendidikan berkarakter berbudaya.

Menurut Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi pola pendidikan yang tersentral di sekolah khususnya di ruang kelas, dinilai sebagai penjara yang membebani para pelajar.

“Sekolah itu ibarat penjara pendidikan. Sehari-hari mereka (pelajar) terpenjara oleh ruang kelas. Mereka (pelajar) terpenjara karena tidak mengenali diri sendiri, tidak tahu apa arti lautan yang luas, tidak tahu potensi sawah kita yang sangat luas,” ujar Dedi saat menerima kunjungan puluhan mahasiswa Pasca Sarjana UPI Bandung, kemarin (23/11/2016).

Dedi mencontohkan, semenjak dia kecil hingga kini anak bungsunya masuk SMP, ilmu biologi selalu melakukan praktik mengamati kacang hijau menjadi toge dan praktik membedah katak. Padahal, segala fasilitas publik di daerah seperti puskesmas, rumah sakit, dan kantor pemerintahan bisa menjadi laboratorium penelitian bagi pelajar seperti di Kabupaten Purwakarta.

Namun dia pun tak bisa menyalahkan peran para guru yang kurang inisiatif dan kreatifitas. Sebab, para guru itu mengajar menggunakan pola yang sistematis sesuai dengan kurikulum yang ada. Satu-satunya solusi untuk hal tersebut adalah mengubah sistem yang baku saat ini.

“Ilmu itu jangan terlalu administratif sesuai kurikulum pemerintah pusat. Kalau melulu seperti itu guru saat ini tidak fokus mengajar, tapi malah pusing dengan laporan dan mengurusi daftar hadir,” tuturnya.

Selain itu Dedi pun menyindir mengenai program wajib belajar sembilan tahun. Menurut Dedi jika program tersebut mewajbkan anak menempuh pelajaran selama sembilan tahun, mengapa saat ini masih ada pemisahan antara SD dan SMP yang masing-masing mengeluarkan ijazah.

Sehingga, kata Dedi, sudah sejak lama Kabupaten Purwakarta merintis pendidikan dasar sembilan tahun dengan menggabungkan SD dan SMP dalam satu atap. Sehingga pelajar tidak perlu repot untuk berpindah sekolah karena pendidikan sudah berjalan sembilan tahun.

“Jadi sekarang itu kita tinggal tambah ruang kelas di SD-SD. Dan bangunan bekas SMP bisa digunakan sebagai SMA atau SMK. Tapi sekarang SMA dan SMK diambil alih oleh Provinsi, pusing lagi kita,” ucapnya.

Dia pun masih dibuat bingung dengan pola administratif yang konon sudah modern namun masih tetap menyusahkan. Seperti proses mendaftar ke perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) yang terpisah dengan Ujian Nasional (UN).

“Kenapa itu tidak disatukan saja UAN dan SPMB. Kan sama-sama sudah komputerisasi, dan prosesnya jika digabung lebih simpel,” jelas pria yang akrab disapa Kang Dedi itu.

Konsep-konsep yang telah digaungkan Dedi sejak tahun 2008 itu pada awalnya memang tidak diterima baik oleh masyarakat. Namun secara perlahan pendidikan yang memfokuskan pada produktifitas dan aplikatif itu mulai membuahkan hasil dan banyak mendapat apresiasi dari masyarakat dan pihak lain.

Bahkan banyak sekolah swasta di luar Purwakarta yang meniru konsep tersebut. Sehingga sekolah menjadi tempat belajar yang diminati meskipun orang tua harus mengeluarkan uang lebih besar. Salah satu contohnya adalah sekolah-sekolah yang berbasis alam.

“Dan itulah konsep pendidikan yang saya terapkan. Konsep pendidikan pendekar 212 alias bupati sableng,” canda Dedi yang disambut tawa dan tepuk tangan para peserta.

[detik.com]

Edunews.

Kirim Berita

Kirim berita ke email : [email protected][email protected]

ALAMAT

  • Jl. TB Simatupang, RT.6/RW.4, Jati Padang, Kec. Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540 Telepon : 021-740740  – 0817 40 4740

__________________________________

  • Graha Pena Lt 5 – Regus Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Makassar Sulawesi Selatan 90234 Telepon : 0411 366 2154 –  0811 416 7811

Copyright © 2016-2022 Edunews.ID

To Top
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com