MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Belum cukup sepekan pasca Pencanangan wajib pakaian adat tiap tanggal 1, kini langsung diprotes orang tua siswa.
Protes tersebut lantaran orang tua siswa merasa dibebankan karena biaya sewa atau harga pakaian adat yang dinilai mahal.
“Sewa baju adat itu Rp100 ribu sampai Rp150 ribu. Kalau tiap bulan, ditambah hari budaya, hari jadi, itu berapa sewanya,” kata Dewi selaku orang tua siswa SD IKIP, Kamis (4/5/2023) dikutip dari IDN Times.
Untuk meminta tanggapan pihak terkait, edunews.id berinisiatif menemui langsung Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Muhyiddin di ruangannya, Jumat (5/5/2023) sore tadi.
Dari keterangan yang diterima edunews.id, Muhyiddin mengatakan bahwa pencanangan pakaian adat tersebut telah tercantum dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 Tentang Seragam Sekolah.
“Pencanangan baju adat itukan sebenarnya sudah ada pada permendikbud nomor 50 tahun 2022 tentang seragam sekolah, salah satu didalamnya itu adalah pakaian adat,” ungkap Muhyiddin.
Muhyiddin kemudian menekankan bahwa Makassar bukan satu-satunya daerah yang menerapkan pakaian adat di sekolah.
“Penerapannya bukan hanya di daerah kita, sebenarnya Jawa Barat itu sudah melaksanakan, bahkan Jawa barat itu setiap minggu,” ucapnya.
Dia meminta orang tua siswa agar berpikir positif perihal kebijakan ini.
“Inikan sebenarnya baik, kita jangan liat sebagai beban dulu. Kita mau melihat siapa si yang bisa melestarikan kebudayaan kita kalau bukan kita. Nah anak pake itu kan akan mengenal sejarah,” lanjut Muhyiddin.
“Jadi melalui pakaian adat ini, anak mengenali dan lebih mencintai identitas dirinya, etnisnya,” tambahnya.
Muhyiddin juga menegaskan tidak membatasi persoalan jenis pakaian adat yang ingin digunakan, namun tetap disesuaikan dengan asal etnis siswa.
“Kami tidak mengatur bahwa harus pakaian ini, jadi kalau siswanya asalnya Jawa, ya pakai pakaian adat Jawa, dan seterusnya,” ujar Muhyiddin.
Saat ditanya perihal keluhan orang tua siswa, dia berpesan secara khusus ke siswa penerima beasiswa agar menyisihkan uang tersebut untuk membeli pakaian adat.
“Kami punya data penerima beasiswa, jadi kami tahu, itu bisa digunakan untuk membeli pakaian adat, jangan dipakai beli hal-hal lain,” ucapnya.
“Kadang ada orang tua bilang tidak mampu tapi anaknya punya gadget. Jadi ini dulu, kita butuh pencerdasan, pola pikir bahwa pendidikan itu penting,” ujar Muhyiddin.
Muhyiddin berharap orang tua siswa memandang kebijakan tersebut sebagai upaya edukasi.
“Jadi pakaian adat itu tujuannya pelestarian budaya, jadi jangan ki melihat dari segi beban dulu, tapi kita melihat apa edukasi kita terhadap anak, jadi kalau anak kita pendidikan usia dini, kan dia sudah tahu budayanya,” tegasnya.
Meski begitu, dia memastikan kewajiban penggunaan pakaian adat tersebut masih tahap sosialisasi sehingga belum ada penjatuhan sanksi.
“Pakaian adat itu memang wajib, tapi tidak ada sanksi karena masih tahap sosialisasi pak, akan ada evaluasinya juga,” tutupnya.
