Opini

Buni Yani, Maklumat Hidup yang akan Melumat Ketidakadilan

Oleh : Ferdinand Hutahaean*

OPINI, EDUNEWS.ID – 23 November 2016 sekitar pukul 20.00 WIB, Buni Yani sang terlapor yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas unggahan video kalimat Ahok yang diduga menistakan agama Islam di Kepulauan Seribu September lalu, dimana unggahan video tersebut dibarengi dengan tiga paragraf pendek kalimat pengantar, resmi ditetapkan sebagai tersangka. Yang menarik, Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka bukan atas unggahan videonya, namun karena tiga paragraf kalimat pendek pengantar itulah Buni Yani jadi tersangka. Penistaan Terhadap Agama? begitulah kalimat pendek pembuka status media sosial facebook Buni Yani.

Buni Yani awalnya dilaporkan atas pasal pencemaran nama baik pasal 27 UU ITE dan penghasutan sesuai pasal 28 UU ITE. Penyidik kemudian menjerat Buni Yani dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE juncto Pasal 45 ayat 2 UU ITE dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 1 miliar. Pasal 28 ayat (2) UU ITE menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Bila mengacu pada pasal 28 tersebut, kalimat pengantar Buni Yani yang mengajak diskusi dan memberitakan fakta kepada publik lewat media sosial facebook sangat tidak layak dikategorikan sebagai penyebaran informasi yang ditujukan menimbulkan kebencian atau hasutan. Jika bicara niat, tentu sangat mungkin Buni tidak berniat untuk menghasut kebencian, namun agar publik mengetahui bahwa ada perbuatan melawan hukum makanya diparagraf terakhir Buni menuliskan tentang kemungkinan sesuatu yang tidak baik atas ucapan Ahok tersebut. Dan terbukti saat ini tidak baik pada Ahok karena dijadikan tersangka oleh penyidik Polri.

Ketidakadilan sepertinya sedang terjadi. Penegakan hukum dan pemahaman hukum menjadi hak mutlak penyidik yang bisa menafsirkan sesuai persepsi yang diyakini. Padahal kebenaran itu bukan persepsi tapi kebenaran adalah ketika rasa keadilan tidak terusik atas sebuah pendapat kesimpulan dalam penegakan hukum. Kesimpulan penyidik memutuskan Buni sebagai tersangka sudah mengusik rasa keadilan.

Melihat kondisi ini, Buni Yani kemungkinan akan menjadi maklumat hidup yang akan melumat ketidakadilan. Kasus Buni Yani sangat mungkin akan semakin menjadikan situasi politik yang tidak kondusif sebagai akibat penegakan hukum yang tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak berlaku sama terhadap semua orang. Jelas, perlakuan penyidik terhadap Ahok dan terhadap Buni Yani sangat berbeda.

Ahok tidak pernah diberikan surat penangkapan sedangkan Buni diberikan Surat penangkapan yang kemudian terpaksa harus menginap di Polda untuk kemudian diteruskan pemeriksaannya pagi ini. Mengapa penyidik harus menangkap Buni? Bukankah selama ini Buni kooperatif? Dan haruskah Buni diperiksa marathon yang melelahkan? Bukankah hal itu akan mengganggu stabilitas psikologis dan fisik Buni yang kemudian dampaknya bisa membuat jawaban-jawaban Buni jadi tidak sesuai fakta yang terjadi?

Apapun itu, penyidik memang memiliki hak secara subjektif dalam hal penangkapan dan penahanan. Namun penyidik juga tidak boleh lupa bahwa hak itu harus dilakukan secara adil karena penegakan hukum adalah tentang keadilan.
Ferdinand Hutahaean, Founder Rumah Amanah Rakyat

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top