*Oleh SURYA DEWI AR, S.E (Kabid Organisasi PC IMM Mamuju)
OPINI, EDUNEWS.ID – Jika ada sesuatu yang layak disyukuri maka terlahir sebagai perempuan adalah salah satunya, bukan karena surga berada di telapak kakinya, bukan juga karena hidupnya akan ditopang dan dinafkahi oleh pasangannya, namun lebih dari pada itu.
Dalam sebuah kalam hikmah bahwa perempuan adalah tiang negara. Hal ini menegaskan betapa penting peran perempuan dalam kelangsungan ekosistem kehidupan.
Merefleksikan upaya yang telah dilakukan oleh RA Kartini yang sudah melepaskan perempuan dalam kungkungan budaya patriarki yang mengerikan, kini kemerdekaan pun juga menjadi hak untuk perempuan.
Mereka tidak lagi dibatasi pada ruang-ruang publik sehingga secara leluasa dapat mengembangkan diri dan kemampuan yang dimiliki. Dengan ini perempuan perlu menjaga dan merawat akal budi hingga menghasilkan buah pemikiran yang visioner, yang kemudian terejawantahkan dalam sebuah keputusan, tindakan, bahkan aksi sebagai bentuk manifestasi perjuangan RA. Kartini.
Hari Kartini tidak cukup dirayakan hanya dengan mengenakan kebaya, hari kartini perlu dirayakan dalam bentuk kebebasan berfikir seorang perempuan, tanpa dipengaruhi oleh budaya yang dibangun untuk melemahkan posisinya sebagai makhluk agung.
Lantas bagaimana kita melihat bentuk manifestasi perjuangan dari RA. Kartini?
Ruang publik telah menempatkan posisi perempuan sama seperti laki-laki, hal ini terbukti dengan keberadaan perempuan dalam kursi pemerintahan, bukan hanya sekedar mewakili suara perempuan atau pemenuhan kuota 30%, namun karena memiliki kemampuan dan kompetensi dalam pengendalian kebijakan.
Di Kabupaten Mamuju sendiri terlihat bagaimana perempuan terlibat dalam kontestasi politik hingga kursi strategis seperti Kepala Daerah, maupun Wakil Rakyat berhasil dimenangkan.
Berbagai komunitas sosial pun didominasi oleh kaum perempuan membuktikan bahwa kebijakan kini membuka kesempatan luas kepada semua kalangan termasuk perempuan.
Perempuan yang secara sadar mementingkan pendidikannya adalah salah satu bentuk manifestasi dari perjuangan RA. Kartini.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada Desember 2024 bahwa lulusan strata 1 di Indonesia didominasi oleh perempuan dengan persentase mencapai 14,08% sedang laki-laki 12,69%, fenomena ini disebut reversal of gender inequalities in higher education dimana perempuan dengan sadar bahwa dalam menjalankan peran domestiknya membutuhkan skill atau kemampuan.
Artinya perempuan telah berfikir lebih maju bahwa kemampuan, keahlian adalah sesuatu yang wajib dimiliki baik sebagai anak, ibu, istri terlebih lagi pemimpin, maka selama rahim peradaban masih menjalankan perannya sebagai tiang negara maka selama itu pula peradaban akan terus berlanjut, namun peradaban apa yang kita harapkan apakah kemajuan atau mungkin kemunduran?
Kita membutuhkan tiang yang kuat hingga apapun badai yang akan menerpa ia akan tetap berdiri kokoh, kita perlu menemukan konsep berfikir yang benar hingga tidak hanya sampai pada manfaat namun makna.
Dengan ini jadilah perempuan yang bermakna dimana keberadaannya senantiasa dikenang sepanjang masa seperti pahlawan nasional perempuan Indonesia ibunda Raden Ajeng Kartini.
