*Oleh Sayyidina Sharla Nasution
OPINI, EDUNEWS.ID – Remaja ibarat tunas muda yang tumbuh untuk menjadi pohon kokoh di masa depan. Namun asap rokok dan racun minuman keras hingga belenggu narkoba adalah hama yang perlahan menggerogoti akar mereka.
Fenomena ini mencerminkan salah satu tantangan besar di Indonesia, yaitu meningkatnya konsumsi berbagai zat-zat adiktif berbahaya di kalangan remaja. Hal ini dapat mengancam kesehatan serta masa depan mereka sebagai generasi penerus bangsa.
Terdampaknya remaja pada pengaruh negatif dari lingkungan sekitar atau media sosial menuntut pendidikan karakter untuk berperan sebagai benteng moral.
Secara etimologis, kata “pendidikan” berasal dari bahasa Latin ducare, yang berarti “menuntun” dan awalan e- yang berarti “keluar.” Sehingga, pendidikan dapat diartikan sebagai proses menuntun seseorang untuk berkembang, dari ketidaktahuan menjadi suatu pengetahuan.
Sementara itu, kata “karakter” berasal dari bahasa Yunani, yaitu kharaktēr atau kharassein yang berarti “menandai” atau “mengukir” (Wynne, 2012). Istilah ini dapat diartikan sebagai proses mengukir nilai-nilai positif dalam diri seseorang, yang tercermin pada tindakan sehari-hari.
Dengan demikian, pendidikan karakter adalah segala upaya untuk mengarahkan, melatih, menumbuhkan nilai-nilai baik yang membentuk kepribadian positif dan bijaksana, sehingga seseorang dapat berkontribusi positif kepada lingkungan dan masyarakat luas.
Tantangan konsumsi rokok, alkohol, dan narkoba di kalangan remaja menjadi isu yang mendesak di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa jumlah perokok pada anak dan remaja terus meningkat dari tahun 2013 hingga 2019.
Penyalahgunaan narkoba juga menunjukkan tren yang demikian. Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja mengalami peningkatan signifikan sebesar 24 hingga 28 persen dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, konsumsi alkohol pada kalangan remaja menjadi masalah yang tak kalah serius. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) mengungkapkan bahwa kelompok usia remaja cenderung lebih banyak melakukan penyalahgunaan alkohol dibandingkan kelompok usia dewasa.
Lalu bagaimana mengonsumsi rokok, alkohol, dan narkoba dianggap hal yang lumrah bagi anak-anak remaja?”
Tidak jarang, mereka mengajak teman-teman lain untuk ikut serta, seakan-akan penyalahgunaan zat-zat adiktif ini merupakan simbol kedewasaan. Lebih buruk lagi, penggunaan ganja, sabu, atau cinte yang merupakan sayap beracun menuju kehancuran menjadi popular melalui media sosial maupun lingkungan di sekitar kalangan remaja.
Banyak dari mereka yang menganggapnya sebagai cara untuk bersenang-senang atau melarikan diri dari tekanan hidup. Fenomena ini semakin kerap terjadi di sekitar kita, seakan itu adalah hal yang biasa.
Penyalahgunaan zat adiktif berbahaya memiliki dampak buruk yang signifikan bagi remaja, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Rokok dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Alkohol berpotensi merusak fungsi otak dan memicu perilaku berisiko, seperti kecelakaan dan kekerasan.
Narkoba, selain menimbulkan kecanduan, juga dapat merusak kesehatan mental dengan meningkatkan risiko depresi dan gangguan kecemasan yang pada akhirnya akan mengganggu prestasi akademik serta hubungan sosial. Berada dalam pengaruh obat-obatan terlarang juga berpotensi membuat kalangan muda terlibat dalam kegiatan kriminal.
Dengan demikian, ketiga zat ini tidak hanya membahayakan kesehatan fisik remaja tetapi juga masa depan mereka secara keseluruhan.
Beberapa faktor menyebabkan banyak generasi muda terlibat dalam penyalahgunaan rokok, alkohol, dan narkoba. Pengaruh lingkungan sosial, seperti tekanan teman sebaya, sering mendorong mereka mencoba zat adiktif berbahaya.
Aksebilitas terhadap rokok, alkohol dan narkoba juga merupakan faktor penting. Contohnya, jika remaja mudah mendapatkan akses rokok atau alkohol pada toko yang tidak mematuhi peraturan usia, mereka lebih mungkin mencobanya. Faktor psikologis seperti stres, depresi, atau kurangnya rasa percaya diri juga dapat mendorong remaja untuk menggunakan zat-zat tersebut.
Terakhir, keluarga berperan sangat besar dalam mempengaruhi perilaku anak dan remaja. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan karakter dan kesadaran akan bahaya zat adiktif sejak dini.
Pendidikan karakter menjadi solusi utama dalam mengatasi permasalahan ini, karena berperan penting dalam membentuk kepribadian dan nilai moral yang kokoh pada remaja. Sehingga mereka mampu menghadapi berbagai pengaruh negatif dengan bijak.
Pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak usia dini dan diintegrasikan dalam setiap aspek kehidupan, baik di lingkungan keluarga, pendidikan, maupun masyarakat.
Salah satu strategi yang efektif adalah melibatkan orang dewasa sebagai figur yang memimpin dan membimbing anak-anak serta remaja, memberikan teladan yang baik dalam setiap langkah mereka.
Pendidikan karakter di lingkungan keluarga, orang tua sebagai orang dewasa menjadi teladan bagi anak-anak. Hindari kebiasaan buruk seperti merokok atau mengonsumsi alkohol, karena remaja seringkali meniru perilaku orang tua mereka. Selanjutnya, membangun komunikasi yang terbuka.
Orang tua perlu menciptakan suasana yang nyaman bagi remaja untuk berbicara tentang masalah atau tekanan yang mereka hadapi. Nilai-nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab, serta etika dalam pergaulan juga harus ditanamkan dengan pendekatan yang baik.
Dengan memahami nilai-nilai ini, remaja dapat mempertimbangkan tindakan mereka dan cenderung menolak ajakan yang merugikan. Terakhir, orang tua perlu mengetahui aktivitas dan pergaulan remaja, tetapi tetap memberikan kebebasan yang terkontrol.
Pada lingkup pendidikan, terdapat beberapa strategi untuk menanamkan pendidikan karakter guna menghadapi tantangan penyalahgunaan rokok, alkohol, dan narkoba oleh remaja.
Tenaga pendidik dapat mengaitkan nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, dan kesehatan diri dalam setiap pelajaran yang relevan, memberikan pemahaman mendalam kepada pelajar tentang bahaya zat adiktif.
Mengadakan kampanye rutin seperti seminar, poster, dan video edukatif mengenai bahaya rokok, alkohol, dan narkoba juga dapat dilakukan.
Pelibatan berbagai pihak seperti kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan mantan pecandu untuk berbagi pengalaman turut membantu pelajar memahami dampak buruknya secara nyata.
Selain itu, peran masyarakat untuk menanamkan pendidikan karakter di kalangan remaja sebagai upaya menghadapi permasalahan ini dapat dimulai dengan penyuluhan yang berfokus pada bahaya zat adiktif, cara menolak tekanan sosial, dan pentingnya menjaga kesehatan.
Selanjutnya, menciptakan lingkungan yang aman melalui sistem pengawasan bersama. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi area atau tempat di mana remaja sering berkumpul dan berisiko terpapar zat adiktif.
Dalam kasus penyalahgunaan yang telah terjadi, penerapan hukuman sebaiknya bersifat mendidik. Seperti program rehabilitasi atau layanan masyarakat, bisa lebih efektif daripada hukuman yang justru membuat remaja terisolasi atau semakin terjerumus ke dalam perilaku negatif.
Oleh karena itu, pendidikan karakter berperan sebagai benteng moral yang menanamkan nilai-nilai moral dan membantu generasi muda membedakan benar atau salah serta membuat keputusan etis.
Pendidikan karakter yang efektif berpotensi menurunkan angka konsumsi rokok, alkohol, dan narkoba di kalangan remaja, sekaligus menciptakan individu unggul secara akademis yang berintegritas dan bertanggung jawab sosial.
Dengan memperkuat fokus pada pendidikan karakter, kita dapat membentuk masyarakat yang harmonis dan siap menghadapi tantangan kompleks di era modern.
