JAKARTA, EDUNEWS.ID – Presiden Prabowo Subianto didesak untuk segera melakukan audit investigatif terhadap dugaan korupsi dalam pengadaan batu bara oleh Subholding PLN Energi Primer Indonesia (EPI).
Dugaan korupsi ini mencakup manipulasi kualitas dan harga batu bara yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah.
Koordinator Koalisi Sipil Anti Korupsi, Ronald Loblobly, menyebutkan bahwa sekitar 40% dari total kebutuhan batu bara PLN EPI tahun 2023 — yang mencapai 161,2 juta metrik ton — dipasok dengan kualitas di bawah standar, yakni 3.000 GAR (Gross As Received). Padahal, PLTU PLN membutuhkan batu bara berkualitas 4.400–4.800 GAR.
“Kerugian negara akibat manipulasi ini mencapai rata-rata Rp15 triliun per tahun,” ujar Ronald dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (3/5/2026).
Ronald juga menyoroti dugaan keterlibatan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, yang disebut sebagai pelindung tiga perusahaan pemasok: PT Oktasan Baruna Persada, PT Rizky Anugrah Pratama, dan PT Buana Rizky Armia.
Ketiga perusahaan ini disebut telah mendapat kontrak jangka panjang dengan total pasokan jutaan metrik ton per tahun sejak 2009 hingga 2032.
Hingga 2025, ketiganya diperkirakan telah menyebabkan kerugian negara sekitar Rp5 triliun, belum termasuk biaya kerusakan peralatan akibat turunnya performa pembangkit listrik.
Ronald menilai penyalahgunaan wewenang di Kejagung justru dapat merusak upaya pemberantasan korupsi yang sedang digencarkan Presiden Prabowo.
Ia juga mengkritik praktik pengumuman kerugian negara tanpa metodologi ilmiah, yang disebut hanya membangun sensasi dan popularitas semata.
Koalisi Sipil Anti Korupsi mendesak penerapan sistem digital terintegrasi dalam pengelolaan batu bara untuk mencegah praktik korupsi serupa di masa depan. (int/*)
