MAROS, EDUNEWS.ID – Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) berinisial SM diduga menyunat bantuan sosial warga di Desa Cenrana Baru, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Hal itu disampaikan RN saat dikonfirmasi pada Selasa (23/05/2023), bahwa telah terjadi praktek sunat bantuan PKH oleh oknum pendamping PKH.
Hasil investigasi menemukan dimana kartu PKH sekaligus buku rekening milik penerima bansos berada dalam kantong kresek berwarna bening.
Bahkan terdapat sejumlah buku tabungan dan ATM para penerima program PKH.
Untuk melancarkan akal bulusnya, ketua kelompok SM menggunakan jasa pengepul berinisial SU yang bertugas sebagai calo kartu ATM dan buku tabungan kemudian diserahkan kembali ke SM.
“SM diduga langsung memotong dana program keluarga harapan, sebesar 50 ribu perorang serta menyimpan kartu PKH dan ATM sekaligus buku tabungan para penerima program keluarga harapan”, jelas RN.
RN menduga biaya pemotongan sebesar 50 ribu itu akan diperuntukkan untuk biaya gesek maupun ongkos ojek agar terkesan alasan itu masuk akal.
“Herang saya melihat oknum SM yang sering kali mengaku bahagian keluarga bupati Maros yang tidak jelas asal usul nasab yang menghubungkan dengan pak bupati, mungkin dengan jalan mengaku sebagai keluarga bupati sehingga dijadikan sebagai tameng kepada anggotanya untuk menakut nakuti,” sambung RN.
Jikalau PKM berjumlah 200 orang perkelompok jadi setiap kali melakukan penarikan, SM bisa meraup keuntungan sebesar 10 juta rupiah dan bila dikalikan dalam empat kali penerimaan jumlahnya sangat lumayan.
Diketahui pula kelompok terbentuk dengan persetujuan dari pendamping keluarga harapan (PKH) jadi kemungkinan besar ini ada kaitannya dengan atau perintah dari pendamping program keluarga harapan.
Sehingga atas dugaan tersebut, SM dan SU diduga telah melakukan tindak pidana korupsi atas perbuatannya dengan secara bersama sama sengaja mengambil hak orang miskin dengan modus biaya gesek dan ojek.
Apabila dugaan itu terbukti karena memotong dana bantuan sosial warga dampingannya, maka SM dan SU bisa dijerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dan berdasarkan UU tersebut, maka pelaku akan mendapatkan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara. Hingga berita ini tayang awak media belum berhasil menemui atau mengkonfirmasi yang bersangkutan.
