Oleh: Dr. H. Abdullah Hehamahua, S.H., M.M.*
INTEGRITAS, EDUNEWS.ID – Alhamdulillah, kita berjumpa lagi di kolom integritas, seri keempat. Semoga sejak Sabtu lalu sampai tadi malam, gelas aqua yang anda bawa dari mal, dimasukkan ke tempat sampah. Begitu pula bungkusan nasi uduk, boks nasi padang, dan sisa makanan, tidak dibuang ke got. Bahkan, hari Ahad yang lalu, anda bersama warga kampung member-sihkan sungai yang penuh dengan pelbagai jenis sampah. Dengan demikian, kampung anda tidak mengalami banjir seperti yang terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pekan lalu. Itulah hasil dari kejujuran terhadap lingkungan yang lahir dari sikap jujur terhadap diri sendiri dan jujur terhadap orang lain.
Berdasarkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan seperti di atas, hari ini kita komunikasikan pilar kedua dari integritas: Konsisten. Air adalah makhluk Allah yang sangat jujur, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan. Kejujuran air diperlihatkan dengan konsistensi sifat sunatullahnya: Siapa saja yang haus, ketika memi-numnya, lega dan hilang hausnya. Tidak peduli, apakah yang meminum itu, kiyai, pendeta, pastor, profesor, sarjana strata satu, buta huruf, presiden, rakyat kecil, koruptor, pencuri, penzina, pembunuh atau orang saleh, ketika minum air, hilang hausnya. Bedanya, orang yang minum sambil bersyukur dan orang yang minum tanpa bersyukur.
Orang yang minum dengan bersyukur, apalagi dalam perjalanan jauh, dia minum sekadar menghilangkan dahaga. Hasilnya, dia memer-oleh berkah dari Allah, antara lain berupa semangat juang yang tinggi untuk terus melanjutkan perjalanan. Orang yang minum tanpa syukur, akan minum sebanyak-banyaknya. Hasilnya, air itu tidak mendatangkan berkah baginya. Perutnya jadi buncit, muncul rasa lemas, dan hilang semangat juang untuk melanjutkan perjalanan.
Konsistensi kedua dari air, ia mengalir dari tempat yang tinggi, menuju tempat yang rendah, laut. Jika ada gunung, batu besar atau pohon yang dijumpai, air sungai akan berbelok, ke kiri dan ke kanan, mencari tempat yang rendah, menuju pantai. Jika sudah tidak ada tempat yang rendah, air sungai akan mengikis batu, gunung atau pohon yang menghalanginya. Ketika semua jalan sudah tertutup, datang hujan lebat, maka kumpulan air raksasa itu menghajar apa saja yang meng-halangi perjalanannya menuju tujuan akhir, laut. Artinya, dalam men-jalani hidup, di rumah atau di kantor, pelbagai tantangan, godaan, dan aral yang melintang, dihadapi dengan tegar sambil mencari jalan keluar yang cerdas untuk dengan konsisten meningkatkan kinerja, menuju tujuan perjuangan, pribadi maupun lembaga.
Laut adalah simbol kehidupan di dunia karena semua makhuk di bumi (kecuali Adam dan Hawa) diciptakan Allah melalui air. (Manusia hadir di rahim ibunya karena air mani ayahnya yang bercampur dengan ovum ibunya). Laut juga merupakan simbol kehidupan karena ia adalah pangsa rejeki terbesar dan sepanjang masa. Semua sumber daya alam di daratan dan di perut bumi, bisa habis. Sedangkan laut, selama masih ada bumi, ia tetap ada. Sepanjang belum kiamat, laut senantiasa menyediakan sumber makanan sekaligus sumber rejeki bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Olehnya, setiap pejabat, apalagi presiden harus sadar, di pundaknya bergantung sekitar 100 juta rakyat miskin yang ingin memeroleh rejeki yang mudah dan halal dalam masyarakat yang bersih dari segala bentuk KKN.
Laut, selain merupakan pangsa rejeki yang luas, ia juga memiliki penghuni yang sangat konsisten. Ikan dan makluk laut lainnya yang bertahun-tahun berada di dalam laut yang asin, ternyata daging mereka tidak asin. Betapa tinggi integritas mereka yang dengan sikap konsisten, mampu menghadapi seluruh air laut yang asin tersebut. Ini karena ikan senantiasa bergerak, bersemangat, dan berjuang menaklukan keadaan sekitarnya sebagai simbol kehidupan. Sebaliknya, ketika mati, daging ikan akan menjadi asin, asam atau manis, bergantug perasa yang diberi tukang masak. Begitulah hendaknya setiap kader umat, senantiasa bergerak, bertindak, dan berkinerja tinggi. Sekalipun ada godaan harta, duit, pangkat, jabatan, gadis cantik, perjaka ganteng dan pelbagai kerumunan air asin lainnya, kita tetap tegar, konsisten dengan integritas yang dimiliki, demi rakyat yang menderita. Jika tidak, hakikatnya anda adalah mayat yang bernafas, jauh kalah dengan integritas yang dimiliki ikan.
Belajar dari filosofi kejujuran dan konsistensi air, laut dan ikan, maka pejabat, legislator, dan hakim harus lebih konsisten dari air dan ikan. Untuk itu, tanyai kembali nurani sendiri, apa sebenarnya altimate goal kita di bumi ini. Apakah seperti air sungai yang target akhirnya adalah laut.? Apakah target kehidupan itu seperti laut yang merupakan pangsa rejeki bagi makhluk yang lain.? Jika, sudah menemukan jawaban, tanya kembali nurani, untuk apa anda menjadi pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, apalagi sebagai presiden.? Jika untuk mencari gaji yang besar, status sosial, dan jabatan tertentu, anda tidak perlu konsisten dengan sikap itu. Tetapi, kalau anda menjadi pejabat eksekutif, legislatif atau yudikatif karena ingin menegakkan keadilan, maka yakini itu, kemudian konsisten dengannya. Selanjutnya, aplikasikan dalam bentuk program, kegiatan, sikap, tindakan, dan perilaku dalam menegakkan keadilan dan kebe-naran.
Kesimpulannya, orang yang konsisten adalah mereka yang satu-nya kata dengan perbuatan. Jika, terlanjur salah atau khilaf, segera kembali ke pangkal jalan, dan perjalanan dilanjutkan sampai tiba di tempat tujuan. Dimulai dari diri sendiri, keluarga, di unit terkecil, lalu direktorat/biro, kemudian deputi/sekjen, akhirnya kementerian secara keseluruhan. Olehnya, bagi mereka yang mau menjadi insan teladan, silahkan dimulai sekarang. Mulailah dengan kejujuran kemudian konsisten dengan kejujuran itu, baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun terhadap lingkungan. Sebab, Allah memurkai orang yang mengatakan sesuatu yang tidak dilaksanakannya (QS Ash-Shaf: 2). Tetapi, jangan lupa untuk senantiasa senyum, di hati.!
Dr. H Abdullah Hehamahua, S.H., M.M. Penasehat KPK Periode 2005 – 2013.