Opini

Melawan Macet; Belajar dari Malaysia

Oleh : Rizal Pauzi*

OPINI, EDUNEWS.ID – Kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang hampir terjadi di setiap kota, begitu pun di setiap negara. Kemacetan ini secara matematis terjadi karena perkembangan jumlah kendaraan tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan jalan. Hal ini tentu menyebabkan kepadatan lalu lintas, dan menjadi pemandangan umum di setiap kota metropolitan. Sebut saja Jakarta, Makassar, Medan dan sebagainya.

Kemacetan adalah efek dari pertumbuhan ekonomi. Namun perbedaan yang mencolok justru pada sikap masyarakat terhadap kemacetan itu sendiri. Sikap masyarakat yang berlangsung terus menerus ini menciptakan sebuah kebudayaan. Budaya berlalu lintas inilah yang menjadikan perbedaan mencolok karakteristik kemacetan itu sendiri. Budaya berlalu lintas tentunya menjadi salah satu penyumbang utama kemacetan lalu lintas setelah kepadatan kendaraan. Ketidakteraturan pengendara membuat kemacetan menumpuk. Inilah yang menjadi pembeda antara indonesian dan malaysia.

Mengunjungi kota Kuala lumpur pun tak lepas dari kemacetan. Walaupun keluar dari bandara kita langsung melewati jalan tol menuju pusat kota Kuala Lumpur. Tak ada hambatan dalam perjalanan ini. Barulah kita menemukan perlambatan jalan ketikan memasuki kawasan perkotaan sekitar Kuala Lumpur Convension Center (KLCC). Namun kepadatan kendaraan ini tetap tersusun rapi, bahkan ada jarak diantara masin-masing kendaraan. Tak ada pula bunyi klakson pengemudi yang mendesak pengemudi kendaraan didepannya untuk maju. Saat lampu merah, mereka berhenti dengan rapi. Serta memberi kesempatan untuk pejalan kaki. Para pengendara pun sangat menghormati para pejalan kaki.

Selain ditunjang oleh jalan raya yang mulus juga disertai dengan banyak jalan layang. Juga jalan lingkar yang memang telah tertata dengan baik. Setidaknya itu yang menjadi pengamatan kami selama menelusuri kota Kuala Lumpur. Satu hal yang istimewa adalah jalanan khusus pejalan kaki. Disetiap ruas jalan, terdapat kawasan pejalan kaki yang nyaman untuk dilewati. sehingga membuat masyarakat terbiasa bejalan kaki. Berbeda dengan Makassar misalnya,trotoar untuk pejalan kaki sangat sempit. Belum lagi kumuh, sering dibongkar untuk pemasangan atau perbaikan kabel listrik, pipa PDAM dan sebagainya. Bahkan dibeberapa ruas jalan, trotoar masih menjadi tempat nyaman bagi pedagang kaki lima.

Dari uraian diatas, ada tiga poin penting yang perlu untuk diteladani. Pertama adalah perlunya pemerintah membuat sistem perencanaan terpadu dalam membuat jalan umum yang teratur dan bebas hambatan. Selain itu harus menyiapkan sarana pejalan kaki yang nyaman. Kedua, perlunya membudayakan tradisi antri dalam berlalu lintas. Kedua adalah perlunya membiasakan tradisi berjalan kaki. Selain menyehatkan badan, tentunya juga bisa menekan jumlah peningkatan kendaraan tiap tahunnya.

Rizal Pauzi, peserta study tour kebijakan publik (Malaysia – Thailand – Singapura) Pascasarjana Administrasi pembangunan Unhas

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com