Opini

Pencabutan Izin Tambang Raja Ampat: Langkah Monumental atau Retorika Kosong?

*Oleh Syaifullah

(Penulis merupakan Aktivis HMI Cabang Makassar Timur)

MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Beberapa waktu yang lalu, kita digemparkan dengan berita hangat terkait Raja Ampat yang dikeruk dan di eksploitasi besar-besaran menjadi tambang. Setelah memantik kritik publik, akhirnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru saja mengumumkan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk tambang yang beroperasi di Raja Ampat. Namun yang menjadi sorotan saat ini adalah dari lima perusahaan tambang yang beroperasi hanya 4 yang dicabut izinnya.

Keempat perusahaan itu adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Nurham. Walaupun demikian, masih ada satu perusahaan yang tetap beroperasi dan izinnya tidak dicabut yaitu PT Gag Nikel.

Lantas apakah yang melatarbelakangi sehingga PT Gag Nikel tetap diberikan izin beroperasi? Apakah PT Gag Nikel memang tidak menggangu ekosistem? Apakah kehadiran dari PT Gag Nikel tidak membuat degradasi lingkungan?

Sebagai awal kita semua perlu mengetahui bahwa pertambangan dipulau pulau kecil merupakan ancaman bagi ekologi dan kehidupan masyarakat.

Operasi pertambangan tidak hanya menghancurkan ekosistem darat tetapi juga menjadi ancaman untuk kehidupan ekosistem bawah laut yang menjadi sumber pendapatan masyarakat. Salah satu contoh nya adalah pulau Gag, yang telah mengalami degradasi ekosistem akibat pertambangan.

Dalam sebuah laporan ekspedisi pulau Papua pada tahun 2021, laporan dari warga mengatakan bahwa ikan-ikan yang dulu melimpah kini menghilang. Tempat yang dulunya adalah sarang ikan kini menjadi tempat bongkar muat material tambang (nikel).

Selain itu kesehatan masyarakat yang juga terancam akibat dari kualitas udara yang semakin menurun. Debu dari aktivitas tambang juga membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Angin kencang yang bertiup ke pemukiman, membuat debu beterbangan dan menyebabkan warga mengalami gangguan pernapasan.

Hal lain yang menjadi kekhawatiran adalah penyakit kulit yang muncul akibat pencemaran air yang terjadi.

Lantas jika menimbulkan banyak ancaman seperti itu, kenapa IUP PT Gag Nikel tidak dicabut? Dari kelima perizinan, hanya PT Gag Nikel yang perizinannya tidak dicabut. Sesuai arahan Presiden, seluruh aktivitas pertambangan PT Gag Nikel akan diawasi dengan ketat, mulai dari Amdal, reklamasi dan dipastikan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

“Walaupun Gag tidak kita dicabut, tetapi kita atas perintah Bapak Presiden, kita mengawasi khusus dalam implementasi nya, jadi amdal nya harus ketat, reklamasi nya harus ketat, tidak boleh merusak terumbu karang, jadi betul-betul kita akan awasi habis terkait dengan urusan (penambangan) di Raja Ampat,” jelas Bahlil.

Seluruh problem yang tengah terjadi ini muncul akibat regulasi yang tidak ditegakkan. Jika merujuk pada peraturan yang ada, pertambangan di pulau-pulau kecil seharusnya tidak terjadi.

Sekalipun pemerintah berdalih bahwa Pulau Gag tidak masuk dalam Kawasan Geopark Raja Ampat, namun aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Gag Nikel disana tetap melanggar ketentuan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah oleh UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Karena Pulau Gag masuk dalam kategori Pulau Kecil, kegiatan penambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan, serta dilarang sebagaimana Pasal 1 angka 3, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf K.

Selain itu terdapat beberapa preseden Putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang secara jelas menegaskan bahwa kegiatan penambangan di pulau kecil dilarang karena merupakan “bentuk kegiatan yang menimbulkan ancaman sangat berbahaya (abnormally dangerous activities) yang berdampak serius serta kerusakannya tidak dapat dipulihkan” sebagaimana Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023.

Berdasarkan hal tersebut, kegiatan pertambangan nikel oleh PT Gag haruslah dikatakan sebagai kegiatan yang menyalahi UU dan prinsip perlindungan lingkungan hidup khusus wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.

Jika pemerintah serius dalam menerapkan prinsip pencegahan bahaya lingkungan, maka langkah pertama yang harus diambil adalah menghentikan seluruh aktivitas tambang di pulau-pulau kecil dan memastikan regulasi ditegakkan tanpa pengecualian.

Langkah ini bukan sekadar keharusan ekologis, tetapi juga bentuk keadilan bagi masyarakat pesisir yang telah lama menjadi korban eksploitasi lingkungan. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga memastikan keberlanjutan ekosistem bagi generasi mendatang.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top