Hukum

Kehebohan Kosmetik Ilegal, BPOM Beri Tanggapan

Pengawas Farmasi Makanan (PFM) Muda Balai BPOM di Makassar, Jaya Abdullah.

MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Balai Besar POM di Makassar angkat bicara terkait dugaan beredarnya kosmetik ilegal di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Pengawas Farmasi Makanan (PFM) Muda Balai BPOM di Makassar, Jaya Abdullah mengatakan produk legal kosmetik itu bisa dilihat dan dicek langsung oleh masyarakat di internet.

“Terkait produk ilegal itu bisa dilihat di situs milik BPOM (https://cekbpom.pom.go.id/) kalau ada keterangan setelah pencarian berarti itu legal, kalau tidak ada keterangan berarti itu ilegal,” kata Jaya kepada media saat ditemui di Kantor BPOM, jalan Baji Minasa, Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (25/5/2023).

Lanjut Jaya Abdullah, pihaknya telah menerima informasi terkait Kosmetik ilegal yang beredar di Sulawesi Selatan.

Namun, pihaknya belum bisa mengeluarkan tanggapan mendalam terkait berita kosmetik ilegal, dikarenakan masih menunggu Pimpinan Balai BPOM Makassar datang di Makassar yang baru saja dilantik.

“InsyaAllah pekan ini beliau datang, hari senin kita infokan lagi kepada teman-teman media,” pungkasnya.

Sebelumnya dikabarkan bahwa Kosmetik ilegal beredar luas di masyarakat.

Sementara itu, Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi, Djusman AR, menegaskan, bila terjadi praktik kosmetik ilegal maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Menurut Djusman, dalam Pasal 197 Jo. Pasal 106 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, pelaku diancam pidana penjara paling lama 15 Tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Kedua, kata Djusman AR, memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 Jo. Pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Selanjutnya, kata dia, memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Baca Juga :   Ketua Gerindra Soppeng Dihukum Empat Bulan Penjara

“Pada prinsipnya kami mengapresiasi semua warga negara yang berwirausaha. Apalagi yang berkaitan dengan usaha kemandirian. Namun karena wirausaha ini manyangkut kesehatan masyarakat luas, maka pemangku kebijakan dalam hal ini BPOM tidak bisa lalai, harus selektif dan tegas, mengingat bersentuhan dengan Perlindungan Konsumen atas produk itu.

Apalagi diketahui sebelumnya ada yang menjadi korban. Juga BPOM Sulsel pernah merilis, produk kosmetik yang tidak berizin. Nah, pertanyaannya, apakah produk produk belum berizin itu, masih beredar luas.

Kalau masih beredar, kenapa tidak ada penertiban atau tindakan hukum oleh aparat berwenang. Jika produk itu, sudah mengantongi izin, dimana rumah produksinya serta ketaatan pajaknya ke negara seperti apa,” tanya Bang Djus sapaan akrab Djusman AR.

Lebih jauh Djusman menguraikan, untuk memproduksi apalagi memperdagangkan produk seperti kosmetik kecantikan, harus ada standar prosedur yang dipenuhi.

Kata Djusman, dalam PerMenKes Nomor 1175/Menkes/Per/VIII/2010 dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan kosmetika, pada Pasal 4 dijelaskan bahwa Industri kosmetika yang akan membuat kosmetika harus memiliki izin produksi. Izin produksi kosmetika atau kosmetik, diberikan sesuai bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang akan dibuat.

Adapun bentuk dan jenis yang dimaksud dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : Golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika;
Golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana.

Produksi industri kosmetika Golongan A
Diberikan dengan persyaratan, memiliki apoteker sebagai penanggung jawab;
memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat; memiliki fasilitas laboratorium; dan wajib menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).

Produksi industri kosmetika Golongan B
Diberikan dengan persyaratan, harus
memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab; memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat; dan mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB.

“Nah, apakah produk produk kosmetik yang bereda luas di Sulsel itu, sudah memenuhi standar regulasi yang ada. Dan yang paling penting,  tenaga ahli dalam produksi itu, karena produk kosmetik sangat rawan menggunakan bahan berbahaya seperti mercury secara berlebihan. Jika tidak maka mereka harus ditindak tegas dan dijerat pidana,” tandas Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Antikorupsi (KMAK) Sulselbar.

 

(*)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Edunews.

Kirim Berita

Kirim berita ke email : [email protected][email protected]

ALAMAT

  • Jl. TB Simatupang, RT.6/RW.4, Jati Padang, Kec. Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12540 Telepon : 021-740740  – 0817 40 4740

__________________________________

  • Graha Pena Lt 5 – Regus Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Makassar Sulawesi Selatan 90234 Telepon : 0411 366 2154 –  0811 416 7811

Copyright © 2016-2022 Edunews.ID

To Top
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com