Sebelumnya, operasional tambang ini sempat dihentikan sementara sejak 5 Juni 2025 untuk verifikasi menyeluruh. Uniknya, di tengah polemik tambang di Raja Ampat, PT Gag Nikel menjadi satu-satunya perusahaan yang izin kontrak karyanya tidak dicabut oleh pemerintah.
Wamen Yuliot Tanjung menjelaskan, keputusan ini berdasarkan rekomendasi terpadu dari kementerian/lembaga terkait, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang turun langsung meninjau Pulau Gag.
“Jadi berdasarkan rekomendasi terpadu dari kementerian/lembaga, itu nanti kita akan sampaikan bagaimana untuk pemenuhan persyaratan di PT Gag. Tapi dari KKP itu menyampaikan dari sisi penata lingkungan cukup bagus,” ujar Yuliot di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Pernyataan ini tentu memunculkan pertanyaan besar di benak publik, terutama bagi pegiat lingkungan seperti Greenpeace yang sebelumnya mendesak pemerintah untuk mencabut izin tambang PT Gag Nikel. Bagaimana bisa sebuah tambang di wilayah yang dikenal sebagai surganya biodiversitas laut ini mendapatkan predikat “cukup bagus” dari aspek penataan lingkungan, padahal sempat dihentikan operasinya?
Meskipun demikian, PT Gag Nikel tercatat memiliki izin tambang berbentuk kontrak karya (KK) yang berlaku hingga 2047, dengan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) untuk produksi nikel 3 juta wet metrik ton.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana juga sempat mengonfirmasi bahwa operasional PT Gag Nikel masih dihentikan sementara hingga investigasi aspek lingkungan selesai. Kini, tampaknya investigasi tersebut telah membuahkan hasil positif bagi perusahaan.
Keputusan untuk kembali mengizinkan operasional PT Gag Nikel di Raja Ampat ini akan menjadi sorotan, mengingat status Raja Ampat sebagai destinasi pariwisata bahari global dan wilayah konservasi yang sangat penting.
