JAKARTA, EDUNEWS.ID – Ketua Umum PB HMI MPO Mahfut Khanafi menuntut pemerintah mengambil langkah sigap mengendalikan harga beras di pasaran.
Mahfut menilai saat ini, harga beras mengalami kenaikan yang tidak terkendali.
“Lihatlah pengusaha warteg, lihatlah mereka yang berjualan nasi uduk, bubur ayam, nasi goreng setiap hari. Kenaikan harga beras akan mendorong naiknya biaya produksi ini dan akan mendorong naiknya harga-harga lainnya. Mau tidak mau produsen akan menaikkan harga untuk menutupi biaya tambahan, dampaknya rakyat lagi yang jadi korban,” kata Mahfut, Selasa (20/2/2024).
Dia pun menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara dengan konsumsi beras global terbesar keempat di dunia dengan kebutuhan 35,3 juta metrik ton sepanjang tahun lalu.
Sementara produksi beras pada 2023 di Indonesia untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 30,90 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 645,09 ribu ton atau 2,05 persen dibandingkan produksi beras di 2022 yang sebesar 31,54 juta ton.
“Jika kebutuhan konsumsi beras tahun lalu 35,3 juta metrik ton, maka ada defisit kebutuhan 4,4 juta ton untuk masyarakat,” jelasnya.
Mahfut mengkritik pemerintah yang gencar melakukan impor beras di tengah konsumsi yang membumbung dan produksi yang terganggu.Tahun lalu, pemerintah juga mendatangkan impor beras mencapai 3,06 juta ton.
Lebih lanjut, dia menyebut Permendag Nomor 1/2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras menyebut Bulog adalah satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengimpor beras untuk kepentingan umum.
Namun Bulog hanya bisa mengimpor setelah mendapat penugasan oleh pemerintah melalui hasil rapat koordinasi terbatas di tingkat kementerian.
“Keputusan impor yang kaku dan panjang ini menyebabkan impor dilaksanakan tidak tepat waktu, seperti saat menjelang panen raya atau ketika harga beras di tingkat internasional sedang tinggi. Ini penyakitnya Bulog dari dulu, sering mengimpor beras dalam jumlah besar ketika harga beras sudah kadung naik,” jelasnya.
Dia juga menyoroti hadirnya Badan Pangan Nasional yang tak memperbaiki apa-apa dalam dua tahun terakhir.
“Berdasarkan Perpres Nomor 66/2021 badan ini kan bertugas untuk melakukan tugas pemerintahan di bidang pangan yang sebelumnya tersebar di berbagai kementerian teknis. Pemusatan ini diharapkan dapat mempermudah proses koordinasi lintas sektor untuk membuat kebijakan impor lebih efektif dan tepat sasaran. Tapi kenyataannya tidak demikian,” sambungnya.
Mahfut menilai, monopoli Perum Bulog untuk impor beras kualitas menengah harus dihapuskan. Perusahaan swasta harus bisa mengakses sistem perizinan otomatis dan mengimpor beras kualitas menengah ke Indonesia.
“Sektor swasta harus memainkan peran yang lebih besar dalam pasar beras domestik. Dalam situasi ini, Perum Bulog dan Bapanas sebaiknya berpartisipasi dalam pendistribusian beras saat situasi darurat. Peraturan Presiden No.48/2016 Pasal 8 perlu direvisi guna mengizinkan Perum Bulog untuk fokus melindungi konsumen melalui program bantuan bencana,” tutup Mahfut.
