KPK melalui juru bicaranya, Budi Prasetyo, memberikan klarifikasi terkait kesaksian Reyhan. Budi Prasetyo menegaskan bahwa Reyhan bukanlah pegawai tetap KPK.
“Reyhan adalah tenaga ahli non-ASN yang diperbantukan di KPK untuk kegiatan yang spesifik,” ujar Budi.
Ia menekankan bahwa status Reyhan adalah tenaga ahli individual yang direkrut berdasarkan kebutuhan tertentu dan bukan merupakan bagian dari struktur organisasi pegawai KPK secara permanen.
KPK menjelaskan bahwa rekrutmen tenaga ahli seperti Reyhan dilakukan melalui mekanisme yang berlaku untuk pengadaan jasa individu, bukan melalui jalur rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Tenaga ahli ini biasanya direkrut untuk mendukung tugas-tugas khusus yang membutuhkan keahlian tertentu dan tidak dapat ditangani oleh pegawai internal yang ada.
“KPK merekrut tenaga ahli seperti Reyhan untuk memenuhi kebutuhan analisis data, pengembangan sistem, atau keahlian teknis lainnya yang mendukung upaya pemberantasan korupsi,” tambah Budi.
Ia juga memastikan bahwa kontrak kerja Reyhan bersifat temporer dan terikat pada proyek atau kebutuhan tertentu.
Dalam kesaksiannya, Reyhan menjelaskan bahwa uang Rp 200 juta itu merupakan komisi atas pembuatan aplikasi pencari situs judi online. Reyhan mengenal Adhi Kismanto pada sekitar tahun 2021 atau 2022 dan kemudian bekerja sama dengannya pada tahun 2023 untuk proyek pembuatan aplikasi tersebut.
“Saya pernah diberikan pembayaran sebesar Rp 200 juta dari Adhi Kismanto,” ungkap Reyhan di persidangan.
Saat ditanya jaksa mengenai asal-usul uang tersebut, Reyhan menyatakan, “Saya kurang tahu pasti, tapi yang saya duga adalah itu hasil pembayaran dari Kominfo.” Namun, ia juga mengaku belum pernah diperlihatkan Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat terkait pengadaan aplikasi tersebut.
Reyhan menambahkan bahwa komisi tersebut diterimanya setelah aplikasi selesai dikerjakan, yaitu sekitar pertengahan 2024. Pembayaran dilakukan secara tunai oleh Adhi Kismanto.
