Buku

Resensi, ‘Menelisik Kepentingan Politik Jepang di Asia Tenggara’

Oleh: Lalu Radi Myarta*

RESENSI, EDUNEWS.ID-Berawal dari  sekutu yang menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki yang menjadi serangan klimaks pasukan udara Amerika Serikat (AS). Sontak Jepang mengakui kekalahanya. Sehingga mengakibatkan kehancuran yang luar biasa, ekonomi Jepang ambruk seketika pasca Perang Dunia (PD) kedua. Namun setelah itu Jepang mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat diikuti bangkitnya kembali peran dan pengaruh ekonomi politik Jepang di kawasan Asia Tenggara. Hasil dari metamorfosis Jepang menimbulkan banyak pertanyaan. Bagaimana Jepang bisa melakukan pemulihan ekonomi politik dengan cepat.

Sumber yang paling tepat untuk mengetahui siapa saja dan bagaimana peran aktor-aktor dalam kebangkitan Jepang. Faris Al-Fadhat, Ph.D. seorang Dosen Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menulis buku yang bertajuk “ Ekonomi politik Jepang di Asia Tenggara: dominasi dan kontestasi aktor-aktor domestik” memaparkan secara eksplisit progres dan aktor- aktor yang terlibat dalam kebijakan luar negeri dan kebangkitan ekonomi politik Jepang. Buku yang terdiri dari lima bab ini menyuguhkan pengetahuan sejarah kelam The lose decade Jepang sampai pada era “The miracle of Japan” di mana Jepang mengalami kemajuan yang pesat baik dalam ekonomi domestik, politik maupun pengaruhnya di Asia Tenggara. Tidak terlepas dari penjelasan proses pembuatan kebijakan, Faris menggunakan teori ekonomi politik Tripartial elite  untuk membantu pembaca memahami aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan politik luar negeri Jepang.

Awal kebangkitan ekonomi Jepang

Berawal atas kemenanganya, AS tidak hanya mendikte Jepang, namun AS juga pada waktu itu ingin menyeret kaisar Jepang Hirohito untuk bertanggung jawab atas kejahatan perang Cina-Jepang dan PD kedua ke pengadilan internasional. Namun hal tersebut akan mengakibatkan perlawanan dari rakyat Jepang, sehingga Jenderal AS Douglas MacArthur mengeluarkan kebijakan untuk tetap mempetahankan kaisar Jepang yaitu Hirohito menjadi simbol negara dengan menghapuskan haknya menjadi panglima pasukan militer. Hingga sampai saat ini, Kaisar Jepang hanya berstatus sebagai simbol negara dan sistem pemerintahan Jepang lebih banyak dikuasai oleh perdana menteri (PM). Hal ini menunjukan AS mulai mengokupansi Jepang tidak hanya dari luar, namun juga dari dalam termasuk kebijakan undang-undang (UU) pemerintahan Jepang.

Faris dalam bukunya pada bab awal memberikan sudut pandang lain terkait dengan peran AS terhadap pemulihan ekonomi Jepang. AS bisa dikatakan sebagai aktor negara yang membantu perekonomian Jepang. Dengan kata lain, pemulihan ekonomi Jepang tidak lepas dari bantuan AS, terlihat dari kebijakan AS yang membuka pasar domestiknya untuk produk-produk elektronik dan lokomotif Jepang serta investasi dan juga membuka pasar untuk produk Jepang di Eropa. Sangat jelas sekali menunjukan bahwa adanya eksklusifitas hubungan antara Jepang dan AS. Tidak hanya itu, kebangkitan ekonomi Jepang juga didukung oleh rakyatnya. Seperti Ultra-nasionalisme mulai muncul, etos kerja dan kedisiplinan membuat negara ini bangkit dari keterpurukan. Namun Jepang menyadari bahwa ketergantungan ekonomi kepada AS akan berdampak negatif  pada ekonomi nasional. Demi menjaga kepentingan nasionalnya, Jepang mulai berinisiasi untuk melebarkan pasarnya ke wilayah Asia Tenggara.

Manifestasi dari upaya Jepang terlihat dari keseriusan PM Jepang yang melakukan diplomasi dengan berbagai cara agar negara-negara di Asia Tenggara menerima kerja sama yang ditawarkan Jepang. Tidak hanya itu, keseriusan Jepang ditunjukan dengan lahirnya  beberapa doktrin, yaitu Doktrin Yoshida, Doktrin Fukuda, Doktrin Takeshita, Doktrin Hashimoto dan yang terakhir adalah Doktrin Koizumi. Dari doktrin inilah yang melahirkan perubahan politik luar negeri Jepang  di kawasan  Asia Tenggara.

Faris dalam bukunya menggambarkan bagaimana sintesis yang terjadi antara Jepang dan negara-negara di Asia Tenggara melalui doktrin dari beberapa PM yang disebutkan sebelumnya. Hemat penulis dari poin yang ingin disampaikan oleh Faris adalah setiap doktrin mengalami fase kritis dan harmonis. Di mana negara-negara di Asia tenggara pada saat itu masih memiliki sentimen terhadap politik luar negeri Jepang yang ekspansionis selama periode perang.

Namun demikian, Bisa dikatatan sebagai awal perkembangan ekonomi politik Jepang yang dimulai pada era PM Yoshida Shigeru.  Dengan digagagasnya Doktrin Yoshida yang berorientasi pada “Economic oriented” sebagai kebijakan nasional Jepang pada tahun 1948-1954, Jepang memfokuskan kesejahteraan ekonomi nasional melalui perdagangan. Pada era PM inilah yang menjembatani kembali hubungan Jepang dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.  Dilihat dari alur ekonomi politik, Jepang melirik kawasan Asia Tenggara sebagai pangsa pasar yang besar. Seiring berjalanya waktu, Jepang terlihat terlalu berambisi untuk mendapat keuntungan dari negara-negara Asia tenggara. Oleh karena itu Jepang mendapatkan resistensi terhadap prilaku ekonomi Jepang dan menyebut Jepang sebagai “ economic animal”.  Banyak penolakan-penolakan yang terjadi terhadap produk-produk Jepang di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Akhirnya terjadilah Kericuhan yang dikenal sebagai Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) pada tahun 1974.

Kebangkitan ekonomi politik Jepang pasca PD kedua

Pada bab ke empat, Faris menjelaskan skema Tripartial elite  dari aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan luar negeri Jepang, yaitu elit politik, sentral birokrasi dan konglomerat atau pembisnis. Namun analisis dari penulis terhadap poin-poin yang disampaikan oleh Faris pada bagian ini adalah masing-masing aktor memilki peran dan porsi yang berbeda. Seperti yang diketahui, PM berasal dari partai politik. Tidak bisa dimungkiri bahwa yang membuat doktrin itu adalah PM yang berasal dari berbagai partai politik, salah satunya adalah Partai Demokratik Liberal (LDP) yang secara dominan mengendalikan sistem pemeritahan Jepang. Akan tetapi, hanya menggagas doktrin saja tidak cukup. Harus ada aktor-aktor lain yang berperan dalam membuat kebijakan karena dibutuhkan tenaga yang profesional dalam bidangnya seperti aktor-aktor birokrasi; Ministry of foreign Affair (MOFA), Minstry of Financial (MOF), dan Ministry of International Trade and Industry (MITI) yang berganti nama menjadi Ministry of  Economic Trade and Industry (METI).

Namun dalam birokrasi kementerian Jepang sendiri pun memiliki kecenderungan untuk saling bersaing satu sama lain dengan cara mengurangi interaksi dan mengkompartementalisasikan diri dalam masing-masing kementerian (Ahn, 1998). Dalam pemahaman lain, kementerian berdiri dengan model self-contained system di mana setiap kementerian bisa menjalankan dan mencapai tujuan tanpa campur tangan aktor lain. Berlanjut pada peran para konglomerat yaitu sebagai pemberi dana bagi politisi yang sedang berkampanye, dan juga anggota kementerian baik MOFA dan METI/MITI yang memerlukan dana dari kelompok pembisnis. Dengan cara inilah konglomerat bisa mengartikulasikan kepentinganya dalam kebijakan yang akan dibuat.

Dari tajuk ekonomi politik, Faris dalam bukunya membantu pembaca menemukan jawaban dari pertanyaan di atas, yaitu siapa aktor yang berperan dalam perkembangan ekonomi poilitik luar negeri Jepang dan apa kepentingan Jepang di  wilayah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Jawaban ini berawal dari PM Koizumi (2001-2002). Pada eranya PM Koizumi mewarisi kondisi ekonomi yang stagnan. Dengan status ekonomi yang tidak stabil, menyebabkan banyak pihak yang pesimis terhadap inisiatif yang dicanangkan oleh PM. Namun dengan keseriusan, Koizumi mendeklarasikan dalam pidatonya bahwa pentingnya untuk menghadapi tantangan secara bersama (hal. 61). Koizumi dalam kunjungan ke negara-negara ASEAN berupaya menawarkan kerja sama  yang lebih terbuka dan tulus. “acting together and advancing togetheri”, itu lah konsep yang ditawarkan Jepang ke ASEAN.

Berawal dari kerja sama dengan ASEAN, Koizumi menggagas ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partneship (AJCEP) dalam rangka penetrasi terhadap kebijakan perdagangan bebas Free Trade Area (FTA) yang disepakati oleh negara anggota ASEAN. Namun tidak terlepas dari peran dominan kementerian METI, yaitu adanya perubahan kebijakan yang ingin meliberalisasi dan mendinamisasi pasar, sehingga menargetkan ASEAN sebagai kawasan yang tepat untuk pasar Jepang. Sebagaimana AJCEP menjadi alat untuk menembus FTA dikawasan ASEAN. Dari kebijakan AJCEP inilah Jepang mulai melebarkan peranya di kawasan ASEAN baik dari isu-isu politik maupun keamanan. Selain untuk bekerja sama dengan ASEAN, lahirnya AJCEP adalah sebagai bentuk respons Jepang terhadap rivalnya, yaitu Cina yang sudah dulu menjalin relasi ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).

Pembahasan dalam buku ini bisa menjadi referensi yang baik bagi para penggemar diplomasi Jepang-ASEAN. Ditambah dengan skema dan teori yang digunakan oleh penulis buku yang sangat koheren dengan alur isi pembahasan. Sehingga mempermudah pembaca untuk mengenaralisasikan poin-poin yang disampaikan oleh penulis buku. Tidak hanya itu, hasil dari membaca buku ini nantinya sebagai landasan pembaca untuk menganilisis aktor-aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan baik dalam negeri maupun luar negeri suatu negara. Sangat penting untuk memahami bagaimana suatu proses kebijakan itu diambil, karena pengetahuan itu akan membantu pembaca untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pentingnya suatu kebijakan dan proyeksi dari kebijakan tersebut.

 

Data Buku

Judul                           : EKONOMI POLITIK JEPANG DI ASIA TENGGARA

Penulis                        : Faris Al-Fadhat, Ph.D.

Penerbit                      : Pustaka Pelajar

Tahun terbit               : 2019

Nomor edsisi terbit   : ISBN 978-602-412-843-2

 

 

Lalu Radi Myarta  adalah Mahasiswa Magister Hubungan Internasional  Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top