DEPOK, EDUNEWS.ID – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir (Mendikbud) Effendi menilai masih banyak tumpang tindih kewenangan kebijakan pendidikan antara kementerian dan pemerintahan daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Terjadi overlapping kebijakan pusat dan daerah. Bahkan sampai tidak ada yang mengurus untuk salah satu masalah pendidikan,” kata Muhadjir setelah membuka Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Rabu (25/1/2017).
Muhadjir menuturkan, setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diberlakukan, kewenangan SMA/SMK dialihkan ke provinsi. Namun, bukan masalah pengalihan di undang-undang tersebut. Sebab, sejak lama sudah ada otonomi daerah, sehingga pendidikan menjadi kewenangan daerah itu.
“Masalahnya sekarang belum ada dan belum jelas pembahasan mengenai pembagian tugasnya,” ujarnya.
Selain itu, menurut Muhadjir, sampai sekarang tugas dan tanggung jawab yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota belum tertata dengan baik.
Fenomena yang terjadi, seluruh pembangunan sarana dan prasarana pendidikan menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan. Bahkan masyarakat awam melihat semua tanggung jawab pendidikan berada di pemerintah pusat. Padahal sebenarnya tidak.
“Ini yang selama ini saya rasakan, mengenai masalah siapa yang bertanggung jawab untuk menangani sekolah-sekolah yang rusak. Dan masyarakat umum selama ini pandangannya kalau sudah urusan pendidikan, itu pasti kewenangan Kemendikbud,” ujarnya.
Menurut Muhadjir, RNPK yang berlangsung selama tiga hari sampai Jumat, 27 Januari 2017, ini bisa dijadikan kesempatan untuk membahas masalah tumpang tindih kewenangan tersebut.
“Ada tawuran laporannya ke Kemendikbud, seharusnya ke tingkat dinas di daerahnya dulu. Jangan semuanya diserahkan ke kami, selagi bisa ditangani di tingkat daerah,” katanya.
Muhadjir berharap, panitia acara benar-benar bisa mengklasifikasikan dan mengidentifikasi masukan dari peserta yang dirumuskan menjadi beberapa masalah. Kemudian masalah tersebut dipertajam menjadi solusi yang disepakati bersama. Terutama, ujar dia, masalah-masalah yang krusial, seperti sarana dan prasarana pendidikan.
“Mana sih tanggung jawab, misalnya, tunjangan profesi guru PNS itu kan sudah masuk ke dalam DAK. Tapi non-PNS, yaitu guru yayasan sekolah swasta, tunjangan profesinya berada di Kemendikbud,” katanya.
