MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Permasalahan krisis dan ketidakadilan atas akses air bersih yang dialami masyarakat yang tinggal di utara Kota Makassar khususnya di Kecamatan Tallo tidak hanya menjadi perhatian oleh Pemerintah dan CSO, melainkan juga akademisi.
Oleh karena itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan pada Hari Rabu (2 Juli 2025) mengadakan Konsolidasi Akademisi se Kota Makassar dengan tema ‘Kolaborasi Akademisi se Kota Makassar Wujudkan Ketahanan Air Bersih di tengah Ancaman Krisis Iklim bagi Masyarakat Miskin Kota’ di Nol Tiga Coffee.
Kegiatan ini dilakukan secara hybrid dengan mengundang serta melibatkan beberapa dosen dari beragam perguruan tinggi yang konsen pada isu perubahan iklim, krisis air, dan ekologi perkotaan.
Adapun dosen yang sempat hadir dalam kegiatan ini yakni Rita Tahir Lopa, Kepala Pusat Kajian dan Rekayasa Sumber Daya Air UNHAS, Hikmawaty Sabar, Dosen Sosiologi UIN Alauddin Makassar, Sudirman Nasir, Dosen FKM UNHAS, Muh Asy’ari, Dosen Ilmu Hubungan Internasional UNIBOS, Hamdam, Dosen Ilmu Pemerintahan UNISMUH Makassar, Babra Kamal, Dosen Ilmu Politik UTS Makassar, dan Nur Hidayah Dosen Akuntansi Lingkungan Unsulbar.
Di awal pertemuan, Slamet Riadi, Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulawesi Selatan menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menggalang dukungan dari para akademisi untuk menyuarakan permasalahan krisis dan ketidakadilan atas akses air bersih yang dialami oleh masyarakat khususnya perempuan yang ada di Kecamatan Tallo di tiga Kelurahan yakni Buloa, Tallo, dan Kaluku Bodoa.
“Ini adalah upaya kami untuk mengajak para akademisi terlibat langsung dalam permasalahan lingkungan dan hak atas air bersih bagi warga di Kota Makassar. Sebelumnya, kami juga telah mengajak jaringan CSO dan telah membentuk wadah berjuang bersama yakni Gerakan Makassar Menuntut Air Bersih (GEMAH)”, ucapnya.
Setelah pemaparan dari para akademisi yang hadir baik via daring maupun luring, Slamet kemudian menyimpulkan bahwa pada dasarnya permasalahan air bersih ini adalah persoalan yang kompleks, strutkural, dan butuh keterlibatan banyak pihak.
“Tadi beberapa dosen menyampaikan pandangan mereka sehubungan dengan permasalahan krisis air bersih yang terjadi di Kota Makassar seperti dampak terhadap kelompok rentan, masalah lingkungan khususnya air bersih belum menjadi prioritas fiskal, pentingnya melakukan upaya konservasi dan pendayagunaan air, pengawasan penggunaan air bagi industri khususnya hotel, PDAM tidak boleh melihat air sebagai komoditi tapi memposisikan air sebagai hak bagi warga kota, krisis air berpeluang menimbulkan konflik sosial, dan tata kelola air harus dijalankan dengan prinsip keadilan lingkungan yakni rekognisi, partisipasi, dan distribusi”, Ujar Slamet yang menyimpulkan pandangan dari para dosen yang hadir.
Pada akhir sesi, para akademisi yang hadir sepakat untuk membentuk jaringan kerja lintas sektoral yang kemudian diberi nama ‘Forum Akademisi untuk Keadilan Air’ dan ‘platform media sosial bersama’ sebagai kanal pengetahuan dan pertukaran informasi ke publik terkait dengan permasalahan air bersih yang ada di Kota Makassar.
