JAKARTA, EDUNEWS.ID – Manajemen Pelaksana (PMO) Kartu Prakerja menuturkan peserta program yang terbukti memalsukan identitas terancam terkena denda.
Kepala Biro Hukum dan Humas Kemenko Perekonomian I Ketut Hadi Priatna mengatakan PMO akan melaporkan kepada pihak kepolisian jika menemukan indikasi pendaftar atau peserta penerima kartu prakerja melakukan penipuan. Sanksi akan diberikan oleh pihak berwajib sesuai dengan jenis pelanggarannya.
“Jadi macam-macam deliknya misalnya, melakukan penipuan bahwa dia seharusnya tidak berhak menerima kemudian dia bilang berhak, atau mencuri data KTP orang, deliknya pencurian masuk KUHP atau ranah UU ITE,” tuturnya dalam paparan virtual, Senin (22/6/2020).
Dalam hal ini, lanjutnya, pihak PMO hanya hanya memberikan laporan temuan kepada pihak berwajib. PMO tidak memiliki kewenangan untuk mengimplementasikan sanksi.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari menuturkan pihaknya melakukan verifikasi Know Your Customer (KYC) kepada peserta yang lolos dan telah melakukan pelatihan. Verifikasi dilakukan sebelum PMO melakukan pencairan insentif kepada rekening peserta.
Hal ini dilakukan untuk menghindari peserta yang melakukan pemalsuan data diri.
“Ketika pendaftaran secara daring maka verifikasi yang dilakukan berlapis pertama melalui email, NIK, nomor handphone, dan face matching. Kenapa? karena banyak sekali data pribadi yang bocor baik diretas maupun tidak sehingga info NIK terserak di mana-mana,” ujarnya.
Total manfaat yang diterima peserta sebesar Rp 3,55 juta, di mana Rp1 juta diberikan dalam bentuk voucher untuk membeli paket pelatihan. Lalu, ada pula insentif sebesar Rp600 ribu per bulan selama empat bulan dan sisanya uang survei masing-masing Rp50.000 untuk tiga kali survei.
Untuk diketahui, program Kartu Prakerja sudah meloloskan 680.918 peserta pada gelombang I hingga III. Pemerintah menargetkan pembukaan program hingga November 2020 untuk menjaring 5,6 juta peserta.
cnn