JAKARTA, EDUNEWS.ID-Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan dalam kerangka pengembangan riset inovasi di perguruan tinggi, kampus tidak dapat bekerja sendiri, diperlukan link and match dengan kebutuhan para pelaku industri.
Menurutnya, kolaborasi jauh lebih efisien dan efektif untuk menghasilkan riset inovasi yang berkelanjutan serta menghasilkan kebijakan, teknologi maupun dampak yang luas dan nyata untuk masyarakat.
“Sejak awal harus link dan match dengan industri. Karena critical threshold ada di situ, kalau itu tidak ada begitu masuk industri jadi jatuh. Itu yang harus di match di awal, kalau match di ujung pada akhirnya enggak bisa berkembang. Makanya kita mau bangun ekosistem kedekatan antara industri dengan perguruan tinggi, lebih bagus lagi kalau bisa bekerja sama,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Jumat (15/7/2022).
Sebelumnya hal ini sudah disampaikan Budi saat menghadiri Forum Group Discussion Senat Institute Teknologi Bandung (ITB) di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah ITB, Kamis (15/7/2022).
Lebih lanjut, selain dipadupadankan dengan pelaku industri, Budi menekankan pentingnya penentuan prioritas riset. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan riset inovasi dengan kebutuhan yang ada, sehingga nantinya hasil riset dapat tepat sasaran dan tepat guna.
Untuk itu, Budi mencontohkan saat ini pemerintah tengah fokus pada penanganan 4 penyakit penyebab kematian sekaligus pembiayaan tertinggi di Indonesia yakni jantung, kanker, stroke, dan ginjal.
Keempat penyakit tersebut tengah menjadi perhatian lantaran menjadi beban ganda pemerintah di samping penyakit menular lainnya seperti Covid-19, tuberkulosis (TBC), HIV AIDS dan lainnya. Ditambah, riset-riset terhadap penanganan penyakit tersebut masih terbatas.
Dengan kondisi yang ada, Budi mendorong agar inovasi riset mengarah pada alat-alat kesehatan yang sifatnya promotif dan preventif serta mampu melakukan deteksi dini. Langkah ini, biayanya jauh lebih murah dibandingkan penanganan kuratif atau penanganan di rumah sakit.
“Kesinambungan inilah yang ingin kita bangun. Jadi dari perguruan tinggi bisa membaca apa yang menjadi prioritas dan kebutuhan yang mendesak saat ini. Karena kalau intervensinya diarahkan ke rumah sakit anggaran akan semakin banyak, untuk itu baiknya di ganti promotif preventif,” ujar Menkes.
Selanjutnya, Budi berharap peluang tersebut harus bisa dioptimalkan oleh perguruan tinggi guna menghasilkan penelitian yang mampu menjawab persoalan bangsa maupun global, saat ini maupun dimasa depan.
Pada kesempatan sama, Ketua Senat Akademik ITB, Hermawan Kresno Dipojono menyebutkan akan segera menindaklanjuti arahan dan masukan dari Menkes Budi dengan melakukan sinkronisasi dan kolaborasi dengan pemerintah serta pelaku industri. Hal ini guna menghasilkan penelitian yang bersifat dari hulu ke hilir, sehingga penelitian menghasilkan produk atau jasa yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
“Kita dari ITB mencoba melakukan sinkronisasi. Solusinya kita harus mulai dari awal. Jadi sebelum kita menarget sesuatu kita harus match dengan industri, jadi universitas tidak bisa bekerja sendiri. Supaya bisa memenuhi kriteria Kemenkes dalam pemenuhan alat kesehatan,” kata Hermawan.
Ia juga menambahkan masukan tersebut akan menjadi bekal bagi pengembangan riset inovasi di ITB ke depannya.
“ITB insya Allah sanggup melakukan hal tersebut. Kendala teknis terkait regulasi maupun scale up juga menjadi perhatian kami. Menkes juga akan bantu untuk scale up, supaya nanti produk yang sudah jadi bisa match dengan kebutuhan,” ungkap Hermawan.