JAKARTA, EDUNEWS.ID – Kasus hukum penistaan agama yang dilakukan oleh Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terus bergulir. Sidang keempat yang digelar hari ini (3/12/2017) mendapat perhatian masyarakat. Tidak terlepas pengamat sosial keturunan Tionghoa, Kan Hiung.
Pria yang akrab disapa Mr Kan ini sudah memprediksi bahwa kasus tersebut tidak akan reda sampai pihak aparat keamanan memproses cepat Ahok. Mr Kan menuturkan, selain itu kasus tersebut merupakan sudah menyangkut orang banyak. Ia menyebutnya the feelings of many.
“Saya menilai kasus tersebut penanganannya sudah terlambat. Sehingga muncul demo besar-besaran yang dilakukan oleh umat Islam. Dari aksi bela Islam jilid I hingga aksi bela Islam jilid III. Indonesia ini mayoritas masyarakatnya adalah umat Islam dan siapapun yang melakukan penistaan terhadap agama lain harus dihukum seperti yang ada di pasal pasal 156 dan Pasal 156a KUHP,” jelasnya kepada edunews.id, Selasa (3/1/2017).
Padahal, Mr Kan melanjutkan sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang berwenang dalam hukum agama, khususnya Islam sudah menyatakan bahwa Ahok sudah menistakan agama. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjend (Pol) Agus Andrianto yang mengatakan bahwa dalam hasil uji Puslabfor tidak ada pengurangan dan penambahan dalam video penistaan agama yang beredar di youtube tersebut.
“Pernyataan tersebut sudah jelas mengatakan bahwa Ahok sudah menghina ulama dan Al-Qur’an. Para pakar hukum dan bahasa pun mengatakan demikian,” ujarnya.
Ia menyarankan agar pihak kepolisian mencari orang-orang yang menyebarkan berita atau video yang mengatakan bahwa Ahok tidak melakukan penistaan agama. Menurutnya, hal itu guna terjadinya penyesatan terhadap orang-orang yang masih kurang dalam memahami agama.
“Harus dicari dan diproses secara hukum. Sesuai dengan UU ITE. Dikhawatirkan orang-orang tersebut akan membuat suasana menjadi bertambah panas,” paparnya.
Menurut Mr Kan, kasus penistaan agama haruslah segera diproses. Hal ini dikarenakan negara Indonesia memiliki beragama agama. Jika tidak segera ditangani maka dikhawatirkan akan terjadi kembali kasus-kasus seperti kerusuhan pada awal tahun 20-an dan kasus kerusuhan di Situbondo pada tahun 1996.
Mr Kan menilai bahwa penetapan status terdakwa Ahok karena paksaan dari masyarakat luas adalah tidak benar. Ia mengatakan bahwa tidak ada aktor politik dan hal tersebut murni karena hukum yang berlaku di Indonesia.
“Tidak mungkin negara kalah sama sekelompok orang yang ingin memaksakan kehendaknya. Ini murni atas tuntutan hukum yang berlaku. Jadi kalau masyarakat merasa tidak adil ya wajar saja. Kenapa kasus-kasus penistaan agama yang terjadi sebelumnya langsung ditahan? Tapi tidak berlaku dengan Ahok?,” katanya lagi.
Ia menuturkan bahwa persoalan yang terjadi belakangan ini bukanlah suatu hal yang diskriminasi ataupun intoleransi. Namun murni karena perkataan dan perbuatan Ahok yang sudah menyakiti masyarakat banyak.
“Ini bukan soal diskriminasi tapi soal perbuatan hukum. Buktinya pada pilkada DKI Jakarta tahun 2012 Ahok bersama Jokowi saat itu berhasil menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur. Ahok bisa jadi Bupati di Belitung Timur, Kwik Kian Gie bisa jadi Kepala BAPPENAS ke-7. Dan saya punya banyak temen beragama Islam dan mereka cukup baik kepada saya. Jadi, kepada siapapun mari berhenti memutarbalikan fakta,” katanya.
Mr Kan mengatak bahwa kasus Ahok tersebut menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak menodai atau menistakan agama yang lainnya.
