JAKARTA, EDUNEWS.ID – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah harus berupaya mengurangi produk impor, khususnya bahan baku obat domestik. Musababnya sampai saat ini, 95 persen bahan baku obat masih didatangkan dari luar negeri.
“Kita lihat, paracetamol masih kita impor. Kita mau hentikan ini semua. Anda bisa bayangin enggak (molekul) Na-Na-Na-Na ini ada empat, 100 persen kita impor. Anda bisa bayangin enggak, masa bangsa besar ini mau jadi tempat market orang lain,” kata Luhut melalui videokonferensi dalam acara halal bihalal Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) di Hotel Four Season, Jakarta, Jumat malam, 28 Mei 2021.
Menurut Luhut, sebagai Ketua Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, ia telah berbicara dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi persoalan impor produk farmasi. Menurut dia, pemerintah harus segera mendongkrak penyerapan tingkat komponen dalam negeri atau TKDN dan memaksimalkan potensi yang ada.
Apalagi, berdasarkan paparannya, pasar farmasi nasional tumbuh positif dalam lima tahun terakhir. Pada 2019, pasar farmasi dalam negeri telah mencapai Rp 88,6 triliun. Sedangkan pertumbuhan pasar farmasi telah menyentuh 5,57 persen selama periode 2015-2019.
Untuk mendorong kemandirian industri farmasi dalam negeri, Luhut mengatakan pemerintah telah menerbitkan pelbagai kebijakan. Misalnya, membuat peta jalan pengembangan bahan baku obat melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 86, 87, dan 88 Tahun 2013.
Pemerintah juga menerbitkan paket kebijakan ekonomi XI pada 2016 yang mendorong pengembangan industri farmasi serta alat kesehatan. Selanjutnya pada 2016, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016. Pada 2017, Kementerian Kesehatan kembali menerbitkan beleid mengenai rencana aksi pengembangan industri melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2017.
Terakhir pada 2019, Kementerian Perindustrian menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 18 yang mengatur ketentuan dan tata cara perhitungan nilai TKDN produk farmasi. Lebih lanjut, Luhut juga telah meminta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa atau LKPP mewajibkan industri farmasi menggunakan komponen dalam negeri sebesar 40 persen.
“Pengadaan barang dan jasa pemerintah, produksi dalam negeri kalau ada (perusahaan menggunakan TKDN) 40 persen kita menangkan aja. Saya bilang LKPP, wajib hukumnya pakai produk dalam negeri, bukan disarankan,” tutur Luhut.
Secara paralel, Luhut mengatakan telah berbicara dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk membahas insentif khusus farmasi. Insentif ini terdiri atas tiga jenis, yakni insentif terkait Covid-19, insentif pengurangan pajak, dan insentif konten lokal TKDN.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, impor barang dengan kode HS30 atau produk farmasi pada April 2021 meningkat sebesar 90,3 persen secara year on year. Nilai impor produk farmasi Indonesia per April 2021 sebesar US$ 188,9 juta; sedangkan pada bulan yang sama 2020 hanya US$ 99,2 juta.
Meski demikian, impor produk farmasi April 2021 turun 27,25 persen dibandingkan dengan Maret 2021. Pada Maret, nilai impor produk farmasi mencapai US$ 259,6 juta.
Luhut sebelumnya pernah menyebutkan paracetamol yang merupakan obat dasar masih diperoleh Indonesia dengan mengimpor dari India. Maka, saat India menerapkan lockdown, Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa. “Sekarang kita sudah punya paracetamol di Cilacap. Itu petrochemical-nya Pertamina,” ujarnya dalam pengarahan mengenai Omnibus Law di Kantor Lemhanas Jakarta, Jumat 23 Oktober 2020.
tmp
