YOGYAKARTA, EDUNEWS.id–Muktamar Nasyiatul Aisyiyah XIII di Yogyakarta merekomendasikan Komisi Penyiaran Indonesia menyeleksi dan menghentikan tayangan di media elektronik yang mengandung unsur tidak mendidik.
“Kami meminta secara tegas kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghentikan tayangan yang kontennya tidak mendidik,” kata pendamping Komisi Rekomendasi Muktamar Nasyiatul Aisyiyah XIII Abidah Muflihati dalam penutupan muktamar itu di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahad (28/8/2016).
Menurut dia, tayangan di media elektronik yang patut dihentikan karena mengandung konten tak mendidik di antaranya beragam acara yang mengajarkan bullying pada anak, reality show idol yang berlebihan dan tidak berkualitas.
“Selain itu sinetron yang mengajarkan kekerasan dan pergaulan bebas, tontonan yang mempromosikan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), serta mengeksploitasi perempuan,” kata dia.
Forum muktamar, menurut dia, menggolongkan tayangan yang dinilai negatif dan tak berkualitas itu sebagai salah satu bentuk kekerasan media terhadap anak. “Apalagi tayangan senetron yang tidak berkualitas itu memang sengaja ditayangkan pada jam-jam anak,” kata dia.
Menurut Abidah, banyak tayangan yang mengeksploitasi perempuan. Ia menggambarkan bentuk eksploitasi itu seperti tercermin dalam berbagai tayangan iklan kendaraan bermotor yang memanfaatkan penampilan perempuan cantik untuk menarik perhatian konsumen. “Rekomendasi ini juga untuk mengadvokasi kaum perempuan,” kata dia.
Selain mempersoalkan tayangan, untuk melindungi hak perempuan dan anak, Muktamar Aisyiyah mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual. Kabupaten atau kota yang mendapatkan predikat kota layak anak, menurut dia, perlu dievaluasi secara berkelanjutan dan mencabut gelar itu apabila setiap penanganan kasus kekerasan terhadap anak tidak ditangani secara cepat.
“Kami juga mendesak segenap aparat pemerintah seperti polisi merespons secara cepat setiap pengaduan kekerasan terhadap anak,” kata dia.
Selain menghasilkan struktur kepengurusan baru, muktamar yang berlangsung pada 26-28 Agustus itu diikuti 1.000 peserta dari 34 provinsi juga mengupas sejumlah isu spesifik, seperti gerakan advokasi perempuan dan anak untuk pencapaian Sustainability Development Goals, peran kebangsaan perempuan muda, pemberdayaan ekonomi perempuan, serta inovasi gerakan perempuan.